Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakai Analogi Pohon, Begini Misi CEO Bikin Fore Coffee Jadi Bermanfaat untuk Sekitar

        Pakai Analogi Pohon, Begini Misi CEO Bikin Fore Coffee Jadi Bermanfaat untuk Sekitar Kredit Foto: Fore Coffee
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Fore Coffee merupakan salah satu brand kopi yang turut bersaing di industri kopi Indonesia. Berdiri sejak 2018, kini Fore Coffee telah memiliki 112 gerai yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

        Meski kini memiliki posisi yang bersinar, namun Fore Coffee pernah terpuruk akibat serangan pandemi pada 2020 lalu. Pada masa itu, Vico Lomar masuk ke Fore Coffee dan dipercaya mengelola perusahaan. Untuk memulihkan lagi performa perusahaan, Vico Lomar fokus dengan filosofi nama Fore Coffee yang terinspirasi dari kata forest, yakni hutan.

        “Pohon itu akan bertumbuh untuk menaungi daerah sekitarnya dan memberikan hasil bagi apa yang ada di sekitarnya. Dari situlah Fore Coffee cukup concern dengan eco-friendly karena kami percaya di Fore itu harus bisa memberikan yang terbaik untuk sekitarnya, sama seperti sebuah hutan atau pohon,” ujar Vico saat berbincang dengan Warta Ekonomi melalui platform Zoom Meeting beberapa waktu lalu.

        Baca Juga: Pandemi Buat OYO Tak Gentar, Manfaatkan Fenomena Staycation sebagai Tren Baru

        Mengacu pada prinsip tersebut, Vico Lomar berhasil mengembalikan kejayaan Fore Coffee. Akibat pandemi, Fore Coffee terpaksa menutup sejumlah gerainya sehingga hanya ada 70 gerai yang beroperasi, dari yang sebelumnya berjumlah 113 gerai. Kemudian, Vico Lomar berhasil meningkatkan jumlah gerai hingga ke angka 112 gerai dan masih akan terus berekspansi ke depannya.

        Selain prinsip lingkungan, Fore Coffee juga menjunjung tinggi kesetaraan dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini diadopsi oleh Vico Lomar guna menciptakan suasana yang baik di ekosistem Fore Coffee, baik untuk konsumen maupun orang-orang internal Fore Coffee sendiri.

        Untuk mengetahui lebih detail bagaimana cara berpikir yang dipegang oleh Vico Lomar dalam memimpin Fore Coffee, berikut wawancara Warta Ekonomi dengan CEO perusahaan kopi itu.

        Anda sudah berada di industri F&B selama kurang lebih 20 tahun, kenapa pada akhirnya memilih kopi? Boleh diceritakan kisah awal pendirian Fore Coffee?

        Latar belakang saya sebenarnya accounting, kemudian tiba-tiba saya dapat suatu opportunity untuk masuk ke Dunkin’ Donuts di tahun 2000. Ternyata jiwa dan panggilan saya lebih ke F&B. Jadi, dari sana, saya menghabiskan waktu enam tahun untuk belajar F&B.

        Dari Dunkin’ Donuts, saya pindah ke J.Co, lalu ke Krispy Kreme, lalu pindah lagi ke Excelso. Kemudian saya mendapat tawaran pekerjaan dari Dunkin’ Donuts Amerika untuk handle wilayah Asia Tenggara, brand-nya adalah Dunkin’ Donuts dan Baskin-Robbins.

        Setelah itu, saya diminta untuk membangun Maxx Coffee dari nol. Dari Maxx Coffee saya sempat membangun coffee shop sendiri, tetapi tidak berjalan dengan baik hingga akhirnya saya memutuskan untuk keluar dan menerima untuk masuk ke Fore Coffee.

        Saya sendiri sebenarnya tidak start dari awal di Fore Coffee. Karena Fore Coffee itu start di 2018 dan saya masuk di 2020. Di Fore Coffee, saya masuk saat lagi pandemi jadi banyak sekali hal-hal yang cukup menantang sedang terjadi saat itu. Sedang ada turbulence, mungkin akibat Covid-19, sehingga akhirnya Fore Coffee terpaksa menutup lumayan banyak gerainya, dari 113 [gerai] kurang lebih jadi sekitar hampir 70 [gerai].

        Kemudian, ketika ditanya oleh para shareholder, mau dibawa ke mana Fore Coffee, saya meminta waktu tiga bulan untuk menjalankan perusahaan, hingga akhirnya saat Desember 2020, store level Fore Coffee sudah positif. Lalu, ditanya lagi apa selanjutnya, kemudian pada September 2021, company level akhirnya bisa positif untuk Fore Coffee hingga saat ini.

        Apa yang kami lakukan? Sebenarnya, Fore Coffee berasal dari kata forest yang artinya hutan atau pohon, di mana pohon dia akan bertumbuh untuk menaungi daerah sekitarnya dan memberikan hasil bagi apa yang ada di sekitarnya. Lalu, dari situlah Fore Coffee cukup concern dengan eco-friendly karena kami percaya di Fore itu harus bisa memberikan yang terbaik untuk sekitarnya, sama seperti sebuah hutan atau pohon.

        Dari sana, yang pertama kali saya kerjakan adalah memperbaiki positioning Fore Coffee. Awalnya, positioning Fore Coffee itu belum jelas, jadi kami perbaiki sampai sekarang bisa saya bilang Fore Coffee itu “The Uniqlo of Coffee Brand”. Artinya, kami menyasar para milenial dan gen Z yang sangat peduli dengan kualitas produk yang sangat baik, tetapi mereka juga melihat apakah harga yang mereka bayar sesuai dengan yang mereka dapatkan, atau mungkin memberikan value lebih. Itulah Fore.

        Jadi, sekarang kami sudah mulai bangkit kembali. Sekarang ini Fore sudah memiliki 112 outlet dan memiliki performa yang baik dengan sustainabilitas dan brand awareness yang lebih tinggi sehingga dikenal oleh masyarakat luas.

        Bagaimana pengalaman Anda sendiri dengan kopi? Di website disebutkan Fore Coffee memperhatikan setiap proses penyajian kopi, mulai dari pemilihan biji kopi hingga pengolahan oleh barista. Boleh diceritakan pengalaman Anda ketika memilih biji kopi hingga barista?

        Sebenarnya saya kenal kopi karena orang tua saya, waktu saya kecil, mereka jualan kopi, kayak kopi keliling yang ada di pasar. Dari sana saya sudah kenal kopi. Lalu, lanjut belajar lagi di Dunkin’ Donuts soal kopi yang enak itu seperti apa. Kemudian, ada kesempatan juga di J.Co untuk melatih lidahnya bisa mengenal kopi yang enak, proses yang bagus, dan sebagainya. Karena proses kopi kan ada banyak, ya.

        Dari sana saya belajar bahwa ternyata operasional itu kalau di F&B industry adalah sangat-sangat penting. Jadi, tidak hanya cuma bisa menyapa konsumen dengan baik, tetapi juga bisa menyajikan suatu produk dengan standar yang baik.

        Semua kopi Fore 100% berasal dari Indonesia. Kami ambil dari Sumatera Utara, Toraja, Jawa Barat. Karena sekarang ini, semakin marak industri kopi di Indonesia. Berikut juga Indonesia adalah negara keempat penghasil kopi terbesar. Jadi, Indonesia juga mulai berbenah untuk bisa menghasilkan petani-petani yang bisa menyajikan kopi berkualitas.

        Kami juga melihat ternyata konsistensi untuk memberikan suatu produk yang bagus dan sesuai standar itu adalah sesuatu yang harus kami lakukan. Karena sama seperti hubungan, konsistensi akan membangun kepercayaan, sehingga suatu brand bisa long lasting dan mendapat kepercayaan dari masyarakat dan konsumen Fore Coffee.

        Itulah yang kami training ke barista, bagaimana memberikan suatu produk yang sesuai standar Fore dan juga konsisten di mana pun Fore berada. Itulah kenapa kami memilih barista-barista yang memiliki passion terhadap kopi dan keinginan untuk bisa melayani konsumen Fore.

        Soal barista, belakangan sejumlah kedai kopi menghadapi krisis lantaran sikap barista terhadap konsumen yang berujung viral di media sosial. Padahal, layanan ke konsumen merupakan aspek utama dalam keberlangsungan suatu bisnis. Bagaimana Anda membimbing barista-barista Anda dan memastikan standar kualitas pelayanan di Fore Coffee?

        Benar sekali, memang ada oknum yang seperti itu meskipun sudah diberi pelatihan. Sebenarnya bukan oknum ya, tapi mungkin mereka punya masalah di rumah, masalah sama sesuatu, dan lain sebagainya, sehingga itu terbawa ke pekerjaan mereka yang itu juga memengaruhi ketika mereka membuat atau menyajikan kopi ke konsumen.

        Jadi, dari sana, kami melihat bahwa kami perlu memberikan pelatihan-pelatihan khusus yang akhirnya mendorong setiap barista di Fore itu menyajikan produk yang benar-benar sama dengan apa yang mereka terima di pelatihan. Hal-hal seperti itu untuk mencegah, dengan memberikan pelatihan dan membuka wawasan. Kami juga kadang-kadang memberikan surat kepada barista untuk mengajak fokus kepada konsumen. Itulah salah satu kunci dan budaya di perusahaan Fore saat ini.

        Berarti barista Fore sudah di-training untuk melayani konsumen dengan baik, ya.

        Iya. Kami tidak memandang ‘siapa’, termasuk para driver ojol itu juga kami layani yang terbaik. Karena kadang kan mentang-mentang driver ojol, ‘ah biasa saja’ atau ‘ah santai saja’, atau bahkan judes, dan sebagainya. Tapi, kami berusaha semua orang diperlakukan sama.

        Itulah kenapa, salah satu yang kami terapkan di perusahaan Fore, saya sendiri tidak punya ruangan pribadi. Karena semuanya sama rata. Kami bergerak sebagai partner untuk bersama-sama bisa mencapai tujuan Fore.

        Fore Coffee baru-baru ini merilis menu plant-based, mengapa memilih menu ini?

        Sebenarnya gini, kembali pada filosofi forest, bahwa Fore Coffee harus bisa berguna kepada sekelilingnya. Kami melihat juga pada saat pandemi, ternyata banyak sekali orang yang mulai memperhatikan kesehatan, mulai makan makanan sehat, makan vitamin, dan sebagainya.

        Nah, pada akhirnya itu mendorong kami, khususnya untuk anak-anak muda sekarang dan juga orang dewasa, untuk menikmati sesuatu yang lebih sehat dan lebih baik. Karena Fore dengan konsep forest, kami berusaha untuk bisa memberikan kepada konsumen kami sesuatu yang baik. Makanya, kami banyak menciptakan sustainable product, yang memberikan manfaat. Contohnya oat dan almond.

        Kami juga melihat sekarang ini konsumen tidak hanya ingin sehat, tetapi juga bisa makan. Makanya, kami bekerja sama dengan Green Rebel untuk bisa menyajikan suatu plan-based yang menggunakan bahan-bahan yang sehat. Itulah yang benar-benar sejalan dengan konsep Fore sendiri yang ingin memberikan yang terbaik untuk sekitar.

        Jadi, inovasinya beradaptasi dengan tren ya, Pak.

        Itu sebenarnya kalau dibilang apakah mengikuti tren, sebenarnya bisa saya bilang tidak, ya. Malah, kami tidak mengikuti tren. Lebih kepada kami melihat ada sesuatu, karena konsepnya Fore itu, maka kami berusaha menyajikan yang terbaik untuk konsumen kami.

        Maraknya tren kopi juga diiringi dengan meningkatnya jumlah pemain kedai kopi. Bagaimana cara Anda mempertahankan loyalitas konsumen terhadap Fore Coffee?

        Mungkin sebelum saya masuk ke situ, Indonesia itu sendiri tingkat konsumsi per kapitanya masih rendah, sekitar 1,11 kilogram per kapita per orang untuk setahun. Jadi, konsumsi kopi di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan negara-negara seperti Eropa, bahkan Singapura. Kita hanya setelah kali konsumsinya bila dibandingkan orang-orang Singapura. Kalau dibandingkan Jepang dan Korea, konsumsi kita hanya sekitar 25%-nya.

        Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ke-4 di dunia, tapi sebenarnya orang-orangnya masih kurang konsumsi kopi. Saya melihat ada suatu opportunity dengan makin maraknya pemain lokal maupun asing. Artinya, dengan maraknya pemain baru maupun lama, makin banyak coffee shop di Indonesia, itu akan makin meningkatkan tingkat konsumsi [kopi].

        Saya percaya bahwa setiap orang pasti akan melihat kembali, seperti yang sudah saya katakan, consistency build trust. Sesuatu yang kita berikan secara konsisten kepada konsumen, baik itu secara produk, layanan, marketing, promosi, partnership, pada akhirnya membangun suatu brand jadi lebih baik dan akan membangun kepercayaan konsumen. Itulah yang saya percaya akan terus menjaga Fore dan bahkan bisa mengembangkan Fore ke depannya, hingga akhirnya bisa menjadi suatu brand yang mudah-mudahan bisa menjadi brand untuk Indonesia dari [sektor] kopi.

        Saat banyak startup diterpa gelombang PHK tempo lalu, bagaimana dengan kinerja Fore Coffee? Apakah ada kekhawatiran akan mengalami nasib yang sama dengan startup lainnya?

        Saya percaya bahwa sesuatu yang dibangun dengan baik dan benar pasti akan menghasilkan sesuatu yang juga baik dan benar. Di Fore sendiri, kami tidak ada PHK, bahkan kami masih terus merekrut. Kami juga baru buka [gerai] di Jogja, jadi kami buka rekrutmen barista. Nanti kami juga buka di Malang dan Tasikmalaya, jadi kami akan terus hiring. Bahkan, di kantor pusat juga terus ada hiring untuk posisi-posisi yang bisa membantu Fore terus berkembang.

        Kalau ditanya apakah ada kekhawatiran, pasti ada. Tapi, saya melihat gini, dengan adanya gelombang inflasi, resesi ekonomi yang sudah mulai terjadi di beberapa negara, itu pasti akan mengakibatkan pengaruh ekonomi, juga kepada Indonesia. Namun, yang saya percaya, itu bisa jadi opportunity karena kemungkinan besar Fore justru harus bergerak maju. Karena saya percaya pertahanan yang baik adalah menyerang. Jadi, artinya, kita harus bisa memberikan konsumen sesuatu yang lebih baik pada masa-masa ini.

        Itulah kenapa Fore tidak pernah berpikir bagaimana caranya untuk bisa berhemat dengan mengurangi kualitas kopi, no, itu tidak pernah ada di kamus kami, di Fore. Yang ada justru bagaimana kesempatannya kita bisa memberikan yang lebih baik ke konsumen, Fore Friends, sehingga di kondisi seperti ini mereka akan terus spending di Fore, tetapi mereka mendapatkan value yang sebanding dengan apa yang sudah mereka bayar. Itulah yang kami usahakan di Fore.

        Seberapa optimistis Anda dengan industri kopi di Indonesia ke depannya?

        Seperti yang saya katakan, tingkat konsumsi kopi di Indonesia itu masih sangat sedikit bila dibandingkan negara lain, padahal Indonesia adalah negara terbesar ke-4 penghasil kopi di dunia. Jadi, saya percaya, mungkin 10 tahun dari sekarang, tingkat konsumsi kopi di Indonesia Itu akan meningkat. Mungkin bisa hampir double dari tingkat konsumsi sekarang.

        Jadi, saya percaya Indonesia bisa menjadi suatu negara yang tidak hanya memproduksi kopi tetapi juga pada akhirnya bisnis coffee shop-nya mungkin juga bisa mendunia. Kita tahu sendiri banyak pemain kopi di Indonesia, bahkan yang sudah sampai jadi unicorn. Pada akhirnya, Indonesia akan lebih dikenal lagi di dunia. Tidak hanya sebagai penghasil kopi, tetapi juga coffee shops Indonesia yang akhirnya bisa dikenal.

        Bapak sendiri sudah berpindah-pindah industri. Setelah sukses dengan kopi, apakah ada minat untuk menjajal sektor lainnya?

        Saya kira Fore Coffee mempunyai suatu potensi. Pada 2021, Fore Coffee mengalami pertumbuhan yang sangat baik, bahkan sampai sekarang. Penjualan Fore Coffee itu [tumbuh] sudah hampir 100% dari penjualan tahun seluruh 2021. Artinya, untuk penjualannya sendiri sudah sangat luar biasa. 

        Kalau di Juni 2022, dibanding Juni 2021, penjualannya sudah [tumbuh] lebih dari 300%. Jadi, kalau ditanya sekarang ini, saya percaya saya akan stick di Fore sehingga bisa membangun Fore menjadi brand yang bisa mendunia ke depannya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: