Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jaga Ketahanan Energi, Indonesia Harus Ubah Pola Konsumsi

        Jaga Ketahanan Energi, Indonesia Harus Ubah Pola Konsumsi Kredit Foto: PLN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan untuk menghadapi permasalahan ketahanan energi nasional, maka semua pihak harus mendorong transisi energi yang berbasis impor menuju energi berbasis produksi dalam negeri.

        Hal tersebut perlu dilakukan mengingat konsumsi minyak dalam negeri saat ini sudah mencapai 1,5 juta barel per hari (BOPD), sementara produksi nasional hanya berada di angka 630 BOPD. Dengan kata lain, energi Indonesia masih berbasis pada impor.

        "Untuk itu kita harus mengubah konsumsi energi yang masih berbasis kepada impor yang lebih mahal diganti menjadi energi konsumsi yang berbasis pada domestik dan lehih murah," ujar Darmawan dikutip dari Youtube, Senin (15/8/2022).

        Baca Juga: PLN Batasi Penggunaan PLTS Atap, Produsen Panel Surya: Transisi Energi Pemerintah Hanya Retorika

        Darmawan mengatakan, yang menjadi tantangan tersendiri bahwa konsumsi minyak Indonesia semakin naik sekitar 5 persen sampai 6 persen per tahun, artinya di tahun 2030 konsumsi minyak Indonesia naik sekitar 2,2 sampai 2,3 juta barel per hari, andaikan tidak ada intervensi dari pemerintah.

        Lanjutnya, untuk menjaga itu, maka sudah waktu yang tepat untuk mengonversi BBM ke listrik. Di mana jika dilihat perbandingan antara 1 liter BBM dengan perhitungan Rp15 ribu setara dengan 1,2 kilowat hour (kwh) atau hanya membutuhkan Rp1.800.

        "Artinya kalau kita ganti mobil yang berbasis BBM ke mobil yang berbasis kepada listrik tentu saja ini mengurangi impor energi, juga bagaimana mengganti energi mahal ke energi murah dan kebetulan juga emisi 1 liter bensin itu 2,4 kilogram CO2 dibandingkan dengan 1,2 kwh listrik hanya sekitar 1,2 kg CO2, jadi pengurangan emisinya juga besar," ujarnya.

        Selain itu, LPG yang diberikan oleh pemerintah melalui subsidi gas 3 kg juga sangatlah besar. Pasalnya dari satu kilogram LPG jika dihitung secara harga keekonomian sebesar Rp20 ribu, maka pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp15 ribu per kilogram.

        "Jadi kelihatanya murah, tetapi juga ada porsi dari subsidi yang memberi beban cukup luar biasa kepada APBN, jumlahnya sudah puluhan triliun. Kalau kita bandingkan dengan kompor induksi, biaya per kilogram LPG equivalent hanya Rp10.500, artinya kalau penggantian dari LPG ke kompor induksi mengurangi biaya sekitar Rp10 ribu per kilogram LPG, untuk itulah kami juga mendapatkan tugas dari pemerintah," ungkapnya.

        Adapun tugas yang diberikan adalah dengan mengonversi kompor LPG berbasi energi impor yang mahal dan subsidi yang sangat besar digantikan dengan kompor berbasis pada listrik yang jauh lebih murah dan jauh lebih aman dan nyaman. 

        "Untuk itu, kami (punya) program tahun ini adalah 300 ribu keluarga penerima manfaat, kemudian dua tahun mendatang akan 15 juta," ucapnya.

        Lebih lanjut, jika berbicara kompor induksi, Darmawan menyebut karena PLN punya 83 juta pelanggan yang berdasrkan nama dan alamat, PLN juga paham berapa konsumsi listrik ini mengubah subsidi energi yang tadinya non-targeted menjadi subsidi yang langsung tepat sasaran, yaitu keluarga penerima manfaat yang betul-betul berhak menerima bantuan dari pemerintah. 

        "Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang sudah menggalakkan program konversi dari LPG 3 kilogram ke kompor induksi, yang artinya pemerintah betul-betul sadar bahwa untuk ke depanya energy security kita harus ditingkatkan, energi yang berbasis pada impor harus dikurangi, digantikan dengan energi berbasis pada kekuatan domestik," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: