Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PLN Batasi Penggunaan PLTS Atap, Produsen Panel Surya: Transisi Energi Pemerintah Hanya Retorika

PLN Batasi Penggunaan PLTS Atap, Produsen Panel Surya: Transisi Energi Pemerintah Hanya Retorika Kredit Foto: SUNterra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan PT PLN (Persero) untuk membatasi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap kepada perumahan dan industri dalam kisaran 10-15 persen dari kapasitas terpasang dinilai tidak elok.

Senior advisor Adyawinsa Group--produsen panel surya--, Nick Nurrachman menyebut bahwa pihaknya memaklumi akan kondisi dari perusahaan listrik pelat merah tersebut, namun sangat disayangkan adanya kebijakan pembatasan penggunaan tersebut.

"Sebagai pelaku usaha PLTS terkait kebijakan itu, sikap saya memaklumi PLN, tetapi disayangkan karena ada solusi lain yang lebih elok daripada dibatasi," ujar Nick saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (15/8/2022).

Baca Juga: Kebijakan Pembatasan PLTS Atap oleh PLN Banyak Dikeluhkan, Kementerian ESDM Buka Suara

Nick mengatakan, kondisi pasokan listrik PLN khususnya di Jawa dan Bali yang mengalami kelebihan memang harus diperhatikan. Atau dengan kata lain, sebagai perusahaan negara PLN jangan sampai kesulitan keuangan.

"Saya memaklumi namun menurut saya caranya tidak perlu dibatasi dengan menggeneralisir 10 sampai 15 persen dari kapasistas daya terpasang, menurut saya solusinya dengan mengendalikan, atau dibuka saja tapi dikendalikan, jadi sistem buka tutup," ujarnya.

Nick menyebut, seharusnya dibuka saja dan dikendalikan, di mana pendaftar PLTS Atap terus dipantau secara nasional perkembanganya, kalau kemudian aplikasi dari pemohon tidak semasif yang dikhawatirkan kenapa harus dibatasi.

"Tarik ulur saja atau buka tutup, tapi kemudian kalau pendaftarannya sangat masif dan itu dirasa akan mengganggu internmirensi atau menjadi beban tambahan untuk PLN ya tutup dulu sementara. Karena kalau dibatasi 10 sampai 15 persen, artinya sama saja menciptakan kondisi yang tidak mungkin bisa dijalankan," ucapnya.

Menurutnya, jika dibatasi dengan presentase 10 sampai 15 persen dari kapasitas, maka akan jadi tidak ekonomis untuk konsumen. Dengan begitu masyarakat tidak akan termotivasi untuk dapat beralih ie energi hijau.

Lanjutnya, jika itu terjadi, maka dapat dikatakan menuju transisi energi yang digadang-gadangkan oleh pemerintah hanya sekadar retorika belaka.

"Kan orangnya yang mau pasang 10-15 persen dari kapasitas jadinya enggak ekonomis, kalau enggak ekonomis berarti orang tidak termotivasi menggunakan energi surya, maka menuju transisi energi itu hanya retorika," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: