Menanggapi usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan dimajukannya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) menjadi bulan September 2024, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai bahwa dirinya tidak melihat landasan kuat terkait usulan tersebut.
Dia menyebut, jika ada perubahan terkait penyelenggaraan Pilkada, mesti ada undang-undang yang diubah. Dalam hal ini, Mardani menyebut bahwa usulan KPU terkait hal tersebut bersifat pragmatis.
Baca Juga: KPU Siap Hadapi Proses Sengketa di Tahapan Verifikasi Administrasi Parpol Pemilu 2024
"Kan putaran kelima November 2024, kalau mau diubah berarti ada revisi undang-undang, revisi itu harus kuat landasannya, apa gitu kan? Saya tidak melihat landasan yang kuat dari usulan KPU, kecuali agar sedikit pragmatis," kata Mardani saat diwawancarai di depan ruang sidang Komisi II DPR, Senin (29/8/2022).
Dia menilai bahwa anggaran yang nantinya digelontorkan Pemerintah Pusat untuk penyelenggaraan pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) serentak itu tidak sedikit. Oleh sebab itu, kata Mardani, keputusan memajukan agenda pilkada memiliki risiko yang besar.
"Padahal, kami melihat beban pileg dan pilpres serentak itu berat sekali. Kan boleh jadi di September belum selesai urusan penuntasan kasus sengketa di pileg dan pilpres. Sementara mau menyelamatkan pilkada. Ini cukup berisiko," katanya.
Dia juga menyebut bahwa partainya termasuk dalam jajaran yang menentang usulan tersebut. Akan tetapi, kata Mardani, hingga saat ini belum juga ditanggapi oleh pemerintah.
"Pilkada ini tidak main-main, ya. Jadi, kami PKS termasuk yang teriak agar ada revisi, tapi pemerintah tidak mau ada revisi, ya. Karena penetapan November 2024 itu adalah perintah undang-undang," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyebut jika pencoblosan dilakukan bulan November, untuk mewujudkan pelantikan dari hasil pemilu serentak pada Desember 2024 akan sulit dilakukan. Selain itu, dia juga menilai bahwa jika pemilu serentak dilaksanakan pada November 2024, maka proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi akan sangat memakan waktu.
"Orang gugat ke MK, kemudian putusannya suara ulang, hitung ulang, rekap ulang. Tercapainya keserentakan agak berat di situ. Kalau tujuan Pemilu mengisi dan membentuk pemerintahan termasuk daerah, unsurnya kepala daerah dan DPRD, sudah terbentuk di time yang sama, maka tujuan 5 tahunannya bisa tercapai," kata Hasyim, Jumat (26/8/2022).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum