Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pebisnis Simak! Ini 3 Strategi Pemasaran Penting dalam Antisipasi Resesi

        Pebisnis Simak! Ini 3 Strategi Pemasaran Penting dalam Antisipasi Resesi Kredit Foto: Unsplash/William Iven
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Data Nielsen Ad Intel menunjukkan adanya penurunan pada kinerja pasar periklanan di Amerika Serikat sebesar 7% pada kuartal II-2022. Hal ini turut dipengaruhi oleh krisis perekonomian global yang terjadi belakangan.

        Penurunan ini mengindikasikan banyak pemasar yang telah atau berencana untuk memotong anggaran belanja iklan mereka guna menyelamatkan diri atas kemungkinan resesi ekonomi.

        "Pandangan Bank Dunia baru-baru ini menunjukkan angka pertumbuhan yang melambat di seluruh wilayah yang juga diikuti melemahnya mata uang sehingga turut memperburuk perlambatan itu. Secara khusus Wilayah Asia-Pasifik yang saling berhubungan dengan China dan AS, dimana pendekatan bisnis menjadi jauh lebih sensitif dibandingkan beberapa tahun terakhir," kata Abhinav Maheshwari, Vice President Marketing Effectiveness APAC Nielsen, dalam keterangan tertulis, Kamis (13/10/2022).

        Baca Juga: Musim FIFA World Cup, Nielsen Ungkap Pemain Bola Paling Berpengaruh di Instagram, Simak!

        Abhinav menambahkan dalam situasi seperti ini, umumnya pengeluaran anggaran pemasaran akan lebih diperketat, karena brand lebih hati-hati dalam melakukan investasi dari sisi taktik dan kampanye pemasaran kedepannya.

        "Akan tetapi, angka yang ada menunjukkan data yang berbeda. Dalam resesi, ketika brand berhati-hati dalam alokasi budget, mengandalkan pemasaran yang lebih besar terbukti memiliki dampak langsung dan positif pada penjualan brand, bahkan dalam kondisi ekonomi yang menantang," imbuhnya.

        Terkait hal ini, ada tiga poin utama yang dapat menjadi strategi para pelaku bisnis untuk meningkatkan penjualan di tengah kemerosotan ekonomi.

        1. Berinvestasi di media

        Dalam situasi ancaman resesi, pemotongan anggaran bukan solusi yang efektif. Brand perlu mengoptimalkan berbagai strategi media dan berinvestasi pada saluran-saluran yang telah terbukti memiliki kinerja yang baik.

        Dengan menyeimbangkan strategi dengan baik, maka brand dapat mengalokasikan anggaran untuk mencapai audiens yang tepat, efisiensi, dan frekuensi. Misalnya, sebuah brand produsen mobil baru-baru ini meningkatkan jangkauannya sebesar 26% dan jumlah tayang lebih dari 39% hanya dengan mengoptimalkan alokasi medianya tanpa menyesuaikan anggarannya.

        Berinvestasi di media selama resesi juga dikatakan lebih efektif untuk menghemat pengeluaran brand. Sebab, kemunduran industri menciptakan dinamika penawaran dan permintaan yang menguntungkan pembeli iklan dan menurunkan biaya media. Bahkan, beberapa merek justru meningkatkan investasi media mereka dalam resesi.

        Selain lingkungan biaya media yang menguntungkan, brand juga dapat menemukan pesaing telah mengurangi iklan, yang menciptakan peluang bagi kampanye untuk memiliki dampak yang lebih besar.

        2. Amati perilaku konsumen dengan cermat

        Sebelum mengasumsikan penurunan penjualan karena resesi, brand harus menilai lanskap dan mengikuti dengan cermat perilaku konsumen untuk perubahan pola pengeluaran. Pergeseran kebiasaan belanja, misalnya, menciptakan peluang untuk pertumbuhan dalam kategori tertentu, seperti pada kosmetik ataupun makanan dan perhotelan.

        Ketika konsumen menjadi lebih sensitif terhadap harga, brand perlu mengubah rencana media, dan bagaimana brand menyampaikan pesan, agar sesuai dengan perubahan konsumen. Pesan yang ramah akan situasi resesi dapat membantu memperkuat nilai brand dan membantu memastikan loyalitas konsumen setelah resesi.

        Brand dan pengiklan yang ingin memaksimalkan potensi pertumbuhan kategori selama resesi harus berfokus pada analisis perilaku konsumen untuk mengoptimalkan pesan dan meningkatkan dampak belanja iklan mereka.

        3. Menentukan pemotongan anggaran yang tepat

        Jika brand terpaksa harus menyesuaikan anggarannya, pastikan brand memotong biaya yang tepat dan pada alokasi yang tepat. Dengan begitu, brand dapat memaksimalkan efektivitas sisa anggaran dan meminimalkan dampak negatif pada ROI brand.

        Menarik kembali pembelanjaan media mungkin terlihat sebagai cara yang tepat untuk memotong biaya dan mencapai target keuangan, namun strategi ini memiliki efektivitas yang cukup rendah. Studi Nielsen mengenai rencana media menunjukkan bahwa 25% dari investasi di level saluran justru terlalu tinggi untuk dapat memaksimalkan ROI yang ada.

        Dalam kelompok investasi ini, pengeluaran justru lebih besar 32%. Meskipun mengurangi pengeluaran dapat meningkatkan ROI di saluran tersebut, namun angkanya hanya 4% dan brand juga akan melihat volume penjualan yang berkurang secara signifikan karena penurunan penjualan yang didorong oleh iklan.

        Namun, promosi juga memiliki kekurangan. Ketika ada promosi, yang berdampak pada penurunan penjualan ketika harga barang normal dan menurunkan margin. ROI juga cenderung lebih rendah untuk promosi, yakni 45% lebih rendah daripada medi, menurut marketing mix models Nielsen. Hal ini disebabkan karena hanya sebagian kecil dari penjualan promosi yang benar-benar bertahap, dan penjualan promo harus jauh lebih tinggi untuk menebus margin yang hilang.

        Daripada bergantung pada promosi, brand perlu meningkatkan saluran mana yang perlu dikurangi atau dipotong dengan dampak yang minimal pada ROI. Jika hasil di satu saluran tidak memuaskan, akan lebih baik bagi brand untuk menghentikan pengeluaran sepenuhnya pada saluran tersebut dan mengalokasikan kembali pada saluran dengan metrik yang lebih baik dan potensi ROI yang lebih tinggi.

        Terlepas dari strategi yang diambil oleh brand, entah itu campuran media atau alokasi anggaran, hal yang perlu diperhatikan adalah pembelanjaan pada anggaran akan lebih baik daripada tidak sama sekali. Menurut Nielsen Marketing Mix Models, brand yang melakukan off-air dapat kehilangan 2% dari pemasukan jangka panjang untuk setiap kuartal, dan ketika brand tersebut kembali menggunakan strategi media, akan butuh waktu 3 sampai 5 tahun untuk memulihkan kerugian akibat downtime yang dilakukan. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: