Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jelang Putusan MK, NasDem Ingatkan Sistem Tertutup Kemunduran Demokrasi

        Jelang Putusan MK, NasDem Ingatkan Sistem Tertutup Kemunduran Demokrasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal sistem pemilu, Ketua Bidang Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan mengingatkan kepada sembilan hakim MK agar berpikir jernih dalam mengambil keputusan.

        Menurut Atang, sistem proporsional tertutup sesungguhnya meletakan rakyat sebagai objek dari kontestasi politik, sehingga menggerus daulat rakyat dan kembali menjadi daulat tuan.

        "Padahal konstitusi kita sudah lebih maju meletakan kedaulatan rakyat tidak hanya sebagai norma konstitusional tetapi moralitas konstitusional," ujar Atang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/6/2023).

        Jika saat ini kedaulatan rakyat diserahkan kepada partai politik melalui sistem proporsional tertutup, maka, ini adalah langkah mundur dalam perjalanan sejarah pertumbuhan demokrasi di republik ini.

        "Rakyat tidak lagi menitipkan kedaulatannya pada institusi tertentu, seperti sebelum amandemen diserahkan kepada MPR," katanya.

        Atang juga mengingatkan bahwa dengan proporsional tertutup akan berimplikasi tergerusnya keterwakilan perempuan yang saat ini semakin menunjukan peningkatan yaitu sebanyak 120 perempuan terpilih untuk duduk di Senayan. Jumlah itu setara dengan 20,87% dari total anggota DPR yang sebanyak 575 orang.

        Menurutnya, proporsional tertutup juga akan melemahkan kebebasan ekpresi rakyat dalam menentukan wakilnya, dimana wakil lebih erat kaitannya dengan parpol, sedangkan rakyat hanya dijadikan sebagai objek legitimasi dalam kontestasi politik.

        Ini sebuah degradasi terhadap kedaulatan rakyat, karena menutup hak rakyat untuk berekspresi bahkan melemahkan kedudukan rakyat dalam kebebasan menentukan pilihanya.

        Karenanya, Atang mengingatkan jangan biarkan institusi apapun menjadi fredatory dumping, yaitu melakukan manipulasi terhadap hak-hak fundamental rakyat dalam partisipasi politik dengan tujuan untuk menyingkirkan kehendak rakyat dalam menentukan pilihan siapa yang menjadi wakilnya di legislative.

        Sebaliknya, sistem proporsional terbuka sudah teruji dalam mendorong kemajuan demokrasi. Jika memperhatikan dinamika kontestasi politik dari tahun 2014 mengalami perkembangan yang cukup baik, karena memilih caleg 71, 4%, sedangkan memilih partai hanya 28,6%.

        Demikian halnya pemilu tahun 2019, yang memilih caleg 73,9% dan memilih partai hanya 26,1%, sehingga yang mengatakan proporsional terbuka menyulitkan rakyat untuk memilih hanyalah pandangan yang skeptis terhadap daulat rakyat dan bahkan menganggap rakyat tidak cerdas dalam berdemokrasi.

        Bahkan, menurut Atang, partisipasi pemilih semakin menunjukan kenaikan yang signifikan dengan proporsional terbuka, misalnya saja pemilu tahun 2014 partisipasi pemilih sekitar 75.11%, sedangkan pemilu tahun 2019 adalah 81,93%.

        Jika memperhatikan keterpilihan incumbent dalam setiap kontestasi politik tidak lebih dari 60% pada setiap lembaga perwakilan rakyat, ini sesungguhnya menunjukan bahwa fungsi control rakyat terhadap wakil semakin maju, karena jika wakil tidak memperjuangkan aspirasi rakyat, maka rakyat dapat mengoreksi di pemilu yang akan datang dengan tidak memilik wakilnya kembali.

        "Justru inilah sebuah kemajuan demokrasi, karena pada prinsipnya kontrol sosial merupakan urat nadi demokrasi.

        Melihat data itu, lanjut Atang sangat memilukan jika ada elit politik memandang rakyat memiliki kendala dalam memilih dengan sistem proporsional terbuka.

        Seolah rakyat diletakan sebagai mahluk politik yang tidak paham dengan cara memilih, padalah faktanya dalam kontestasi politik rakyat lebih banyak memilih caleg ketimbang memilih partai.

        "Bagaimana kita akan membangun demokrasi jika rakyat tidak dipercaya untuk menentukan pilihannya berdasarkan keyakinannya, bahkan terkesan menyumbat partisipasi politik rakyat dalam menentukan siapa akan menjadi wakilnya," tuntasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: