Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Belajar dari Pengalaman, Pengamat Dukung Erick Thohir Hukum Oknum-Oknum Suporter yang Bikin Rusuh

        Belajar dari Pengalaman, Pengamat Dukung Erick Thohir Hukum Oknum-Oknum Suporter yang Bikin Rusuh Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, mengaku prihatin karena ada dua masalah krusial dan selalu menjadi sorotan di Liga 1 yang tak kunjung selesai.

        Permasalahan tersebut adalah terkait kepemimpinan wasit dan kericuhan yang ditimbulkan oleh suporter.

        Liga 1 2023-2024 baru saja menyelesaikan pekan ketiga yang pertandingan, tetapi pada laga Persik Kediri vs Arema FC yang digelar stadion Brawijaya Kediri, kembali diwarnai kericuhan antarsuporter kedua klub.

        Pengamat sepak bola nasional, Sigit Nugroho mengatakan, PSSI selaku penanggung jawab tertinggi telah memitigasi hal tersebut lewat aturan yang telah dirilis, yakni larangan suporter tamu datang menyaksikan pertandingan langsung ke stadion.

        Menurutnya, pada musim 2023-2024, PSSI mulai melakukan perubahan untuk membawa sepak bola Indonesia lebih baik.

        "Sebetulnya PSSI sudah melakukan mitigasi, saya mengapresiasi itu dengan tidak bolehnya suporter tamu datang, tapi kan dari situ kita tahu ada sekelompok oknum Aremania yang melanggar," kata Sigit kepada wartawan, Senin (17/7).

        "Saya berani sebut oknum karena tidak semua Aremania punya sikap yang sama, karena ini orang-orang yang sudah jelas melanggar sudah ada aturan tetapi dilanggar jadi mereka tidak bisa lagi menyalahkan PSSI,” tambahnya.

        Pendiri Presidium Suporter Indonesia ini mengatakan, kerusuhan antar suporter itu terjadi setelah para pendukung Arema FC merayakan gol yang dicetak.

        Harusnya, kata Sigit, hal-hal semacam ini tidak lagi terjadi dalam pertandingan bola karena hal tersebut merupakan hal biasa, namun para suporter Persik Kediri terprovokasi oleh ulah suporter Aremania sebab telah melanggar aturan yang ditetapkan PSSI, yakni larangan suporter hadir pada laga tandang di Liga 1.

        "Saya juga ada masukan lagi bagaimana supaya suporter Indonesia ini tidak responsif, tidak reaktif berlebihan hanya melihat suporter atau pendukung lain bersorak gembira, meskipun ini sudah dilarang PSSI tapi kan kalau kita membandingkan dengan liga-liga Eropa kan agak berbeda, terutama di Liga Inggris kita lihat orang bersebelahan misalnya, yang satu gembira dan yang satu sedih," ucap Sigit.

        "Mereka sudah terbiasa, sementara di sini begitu satu merayakan gol sepertinya melakukan kesalahan atau dosa besar sehingga harus dipukuli, saya pikir tidak seperti itu,” tambahnya.

        Menurut Sigit, pelanggaran-pelanggaran seperti ini baiknya para suporter tim tuan rumah harus melaporkan ke pihak keamanan agar mereka dikeluarkan dari stadion demi keamanan dan kenyamanan saat menyaksikan pertandingan sepak bola.

        Lanjut Sigit, oknum suporter pembuat rusuh bisa dibawa atau dilaporkan ke petugas keamanan supaya diamankan, karena untuk menertibkan suporter yang rusuh bukan wilayah suporter tuan rumah, melainkan pada aparat kepolisian.

        Menurutnya, oknum suporter yang terbukti melanggar harus diberikan sanksi tegas dan sanksi tersebut harus terbuka dan transparan, tidak seperti sanksi yang diterapkan zaman-zaman dahulu.

        "Saya tahu ada satu pentolan Aremania yang sangat terkenal di Indonesia, dikasih sanksi tapi ketika ada orang Malang menjadi calon ketua PSSI, tidak lama kemudian dilepas. Jadi kita tidak bisa seperti itu lagi, harus transparan, terbuka kalau memang mau mengikuti guidance yang sudah ditetapkan, mari kita ikuti bersama-sama,” paparnya.

        Terkait dengan ancaman sanksi dari Komisi Disiplin (Kondisi) PSSI kepada suporter Arema, Sigit mengakui mendukung hal tersebut sebagai efek jera kepada suporter, karena FIFA masih memantau sepak bola Indonesia pasca tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 135 jiwa.

        Oleh sebab itu, Sigit meminta agar PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir bisa konsisten dengan hukuman yang diberikan.

        “Saya pikir sanksi itu bagus karena itu menimbulkan efek jera, tetapi saya ingatkan lagi sudah pernah terjadi Aremania yang di sanksi dengan mudahnya lalu keluar, jadi kalau itu terulang ini akan terus berulang lagi, jadi kesalahannya bukan lagi di Aremania tetapi di PSSI-nya. Makannya ini kan PSSI rasa baru nih dengan Pak Erick Thohir sejauh ini on the right track ya, bagus citranya, hanya terpeleset pleset warna politik saja,” jelasnya.

        Sigit pun meyakini betul jika Liga Indonesia dapat berjalan baik tanpa ada kerusuhan, maka ke depan FIFA akan mempertimbangkan untuk memberikan bantuan kepada Indonesia terkait pengembangan sepak bola.

        “Kita paham, kita sedang disorot FIFA dan kita akan menjadi tuan rumah piala dunia U-17 dan untuk kedepannya kalau yang ini mulus tentunya FIFA akan memberikan dukungan dan bantuan yang sifatnya signifikan," bebernya.

        Sigit menambahkan, jika liga baru mulai saja sudah menimbulkan kerusuhan akibat ulah oknum suporter, maka ia menyarankan agar suporter di kembalikan ke masing-masing klub untuk dilakukan pembinaan karena  suporter salah satu stakeholder sepak bola Indonesia yang sama-sama harus dibenahi.

        "Bukan hanya PSSI sebagai otoritas yang punya kuasa, klub juga harus bersama-sama ikut membantu program perbaikan sepak bola Indonesia," terang Sigit.

        Terkait rencana PSSI menggelar jambore suporter, Sigit mengakui hal tersebut tidak begitu signifikan, namun hal tersebut juga baik dalam memberikan pemahaman kepada suporter demi perbaikan sepak bola Indonesia.

        Sigit pun mengakui telah menggelar jambore suporter, namun tetap ada saja oknum suporter yang masih bandel dan tetap melakukan kerusuhan di setiap pertandingan.

        “Saya pikir saya sudah bikin jambore suporter tiga kali, jadi dari pengalaman yang sudah-sudah saya bisa menangkap itu baik. Bagi saya ini tidak sia-sia, itu perlu tetapi ini sudah sering dilakukan jadi musti ada treatment khusus bagaimana departemen media di PSSI mestinya memberikan solusi-solusi yang sifatnya bukan pragmatis, tetapi betul-betul terukur," jelas Sigit.

        "Sekarang kan jauh lebih modern, ada CCTV, zaman dahulu nggak ada jadi ini lebih mudah terpantau,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: