Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman merespon pernyataan politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu yang menyatakan agar masyarakat tidak memilih capres yang memiliki rekam jejak pernah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Habiburokhman meyakini pernyataan Adian tersebut bukan ditunjukkan kepada kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Pasalnya, jika terbukti pernah melanggar HAM, Prabowo tidak mungkin digandeng oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjadi cawapres pada Pilpres 2009 lalu.
"Kami sepakat dengan pernyataan tersebut, Adian orang baik dan sangat mengerti hukum. Itu adalah pernyataan normatif saja,” ujar Habiburokhman, Senin (31/7/2023).
Dia menambahkan, Adian tidak mungkin juga membuat pernyataan yang tendensius kepada Prabowo, karena saat ini Gerindra sudah tergabung dalam koalisi partai pendukung pemerintah dan Prabowo dipercaya menjadi Menteri Pertahanan oleh Presiden Jokowi.
“Tidak mungkin juga beliau tendensius, Pak Prabowo kan pernah menjadi cawapres Bu Megawati dan saat ini masih menjabat sebagai Menhan dalam koalisi bersama-sama PDIP,” tuturnya.
Selain itu, Habiburokhman yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR itu menegaskan dalam catatan sejarah pun Prabowo tidak terbukti melanggar HAM seperti isu yang sering dimunculkan menjelang pemilihan presiden.
"Yang jelas tak ada setitik pun fakta hukum bahwa Pak Prabowo pernah melanggar HAM. Terkait fitnah di media sosial soal kasus penghilangan paksa crystal clear Pak Prabowo tidak bersalah,” tegasnya.
Habiburokhman menegaskan, terdapat empat fakta hukum yang menerangkan Prabowo tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut.
“Pertama, tidak ada satu alat bukti pun dalam persidangan Tim Mawar yang menyebut keterlibatan Pak Prabowo sebagai orang yang melakukan, bersama-sama melakukan atau menyuruh melakukan penculikan tersebut,” ucapnya.
Kedua, kata Habiburokhman, surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira kepada Prabowo hanyalah sebuah saran, bukan keputusan yang mengikat.
“Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP hanya merupakan pendapat dan saran dan dengan demikian bukan sebuah putusan yang final dan mengikat,” paparnya.
Fakta lainnya, lanjut Habiburokhman, soal pemberhentian Prabowo oleh Presiden BJ Habibie dari jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dilakukan dengan pemberhentian secara terhormat.
“Ketiga, keputusan Presiden BJ Habibie yang merupakan panglima tertinggi soal pemberhentian terhadap Pak Prabowo bukanlah Pemberhentian Dengan Tidak Hormat, tetapi Pemberhentian Dengan Hormat yang disertai dengan ucapan terima kasih atas jasa-jasa Pak Prabowo yang telah disumbangkan selama menjalankan tugas terhadap negara dan bangsa selaku prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,” jelasnya.
Terakhir, Habiburokhman menyampaikan sudah lebih dari 16 tahun sejak tahun 2006 Komnas HAM tidak pernah bisa melengkapi hasil penyelidikan perkara pelanggaran HAM berat penculikan aktivis yang dinyatakan kurang lengkap oleh Kejaksaan Agung.
“Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000. Waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan hanyalah 30 hari sejak diterimanya hasil penyelidikan oleh Kejaksaan Agung,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat