Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gita Syahrani Bangun Pemerataan Ekonomi Melalui Fasilitas Pengolahan Mikro di Setiap Kabupaten

        Gita Syahrani Bangun Pemerataan Ekonomi Melalui Fasilitas Pengolahan Mikro di Setiap Kabupaten Kredit Foto: Youtube
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Gita Syahrani, aktivis sekaligus Direktur Eksekutif Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) tahun 2017-2023, memiliki ambisi untuk memajukan pemerataan ekonomi dan membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang berkelanjutan. 

        Salah satu langkah terobosan yang diambil adalah melalui upaya membangun fasilitas pengolahan mikro di setiap kabupaten di seluruh negeri, yang akan berfokus pada pemanfaatan sumber daya alam melalui konsep bioekonomi.

        “Mimpi saya pribadi dan bagaimana ini supaya tidak jadi anekdot saja adalah kalau kita bisa berpikir pemerataan sentra ekonomi itu tandanya adalah semua kabupaten di Indonesia setidaknya bisa punya fasilitas pengeloaan mikro untuk bioekonomi. Itu sih yang ingin saya lakukan,” jelas Gita, dikutip dari kanal Youtube Gita Wirjawan pada Jumat (25/8/2023).

        Baca Juga: Eksekusi Transisi Energi ASEAN Butuh Dana US$29,4 Triliun hingga 2050

        Gita mengatakan bahwa inisiatif fasilitas pengolahan mikro di setiap kabupaten memiliki potensi untuk memberikan dampak positif yang signifikan. Tidak hanya merata di kota-kota besar, tetapi pemerataan ekonomi akan tercapai dengan meningkatkan peluang ekonomi lokal di berbagai kabupaten, terutama di daerah terpencil dan pedalaman.

        “Gimana caranya kita naikkan backbone-nya, supaya setidaknya sampai ke skala kecil dan lebih resilience. Kita lihat saat ini banyak banget inovasi berbasis alam, barang dan jasa yang bernilai tambah, jadi nanti melihat ekonomi Indonesia tidak benar-benar sentralistik, yang semua value added dibawa ke kota besar,” tuturnya.

        Gita bersama LTKL berhasil melakukan pemerataan ekonomi di beberapa daerah Indonesia, salah satunya di Kabupaten Siak, Riau. Mereka membudidayakan ikan gabus untuk menjaga gambut dan meningkatkan ekonomi warga Siak.

        “Siak ini adalah salah satu kabupaten yang pernah kebakaran paling besar di 2015. Kita bersama teman-teman muda berpikir gimana caranya biar enggak kebakaran lagi karena tanah gambut itu mudah sekali terbakar kalau kekeringan. Akhirnya kita memanfaatkan budi daya ikan gabus di Siak,” bebernya.

        Mengembangkan budi daya ikan gabus telah mendorong masyarakat untuk memelihara gambut dengan menjaga agar tetap lembab, sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan. 

        Ikan gabus memiliki peran penting dalam produksi albumin, zat yang terkenal akan kemampuannya dalam mempercepat penyembuhan sel. Oleh karena itu, albumin sangat dibutuhkan dalam berbagai industri, seperti kesehatan, makanan, dan kosmetik.

        “Pada saat itu, salah satu teman saya menguji ikan gabus di laboratorium dan setelah diuji ternyata ada zat albumin. Zat ini punya banyak banget keunggulan, salah satunya healing property, ada penyembuhan sel, membantu meningkatkan imunitas tubuh, dan masih banyak keuntungannya. Orang sudah pakai albumin, tapi jarang sumbernya yang dari ikan,” terangnya.

        Menurut Gita, ikan gabus adalah salah satu alternatif sumber albumin yang sedang diekspor orang-orang di seluruh dunia karena lebih murah dari sumber yang lain. Oleh karena itu, dia bersama tim berusaha menghasilkan albumin ikan gabus dengan terobosan teknologi.

        “Dari situ kita bikin teknologi yang bisa dikerjakan di Siak dengan notabene listriknya terbatas, tapi sesuai juga dengan filosofi bahwa orang daerah sana itu makan ikannya dengan direbus. Akhirnya yang dilakukan sama teman engineer kita adalah bikin teknologi distilasi pada suhu rendah,” ucap Gita.

        Hasil distilasi itu dikeringkan menjadi bubuk, yang nantinya dapat dijadikan kapsul atau bentuk lain. Proses itu juga memungkinkan penggunaan daging ikan yang diekstrak sebagai bahan baku tepung agar memaksimalkan pemanfaatan sumber daya ikan secara efisien.

        Ketua Dewan Pengurus dari Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) ini juga menyebutkan bahwa kandungan albumin yang terdapat dari ikan gabus dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat.

        “Jadi produk-produk itu (kapsul dan tepung) bisa dipakai buat program-program pengentasan stunting atau bisa dijual ke binaraga. Jadi ikan yang tadinya mungkin Rp45.000 sampai Rp50.000 sekilo, kalau kita beneran olah seperti itu, maka bisa jutaan atau bahkan bisa puluhan juta,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nevriza Wahyu Utami
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: