Seperti Pisau Bermata Dua, AI Perlu Dibuatkan Regulasi Agar Tak Disalahgunakan
Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Global Citizen menggelar Global Town Hall 2023 secara virtual dengan menghadirkan pemimpin, inisiator, akademisi, dan aktivis global pada Sabtu (2/9/2023).
Global Town Hall 2023 ini merupakan acara tahunan keempat yang diselenggarakan. Kali ini, acara tersebut mengangkat tema “This Is Our World Too: A North-South-East-West Dialogue of Civil Societies”. Salah satu topik yang dibahas adalah tentang kecerdasan buatan (AI) yang menghadirkan pembicara dari Mila-Quebec AI Institute, Yoshua Bengio.
Bengio yang juga profesor, pemenang penghargaan Turing Award Winner 2018, serta pendiri dan direktur sains Mila-Quebec AI Institute ini mengatakan bahwa AI dapat berdampak pada masyarakat, sayangnya masyarakat masih belum sepenuhnya siap menyambutnya.
Baca Juga: ADVANCE.AI Permudah eKYC Bank Jago: Digital Onboarding Kini Jadi Syarat, Bukan Good to Have Lagi
Tidak hanya itu, Bengio menyebutkan bahwa AI dapat menjadi pisau bermata dua yang dapat dimanfaatkan atau disalahgunakan.
“Adalah benar bahwa kebanyakan teknologi apapun jika kita tidak berhati-hati, maka itu akan terkonsentrasi dan digunakan oleh beberapa orang. Karena ketika Anda memiliki kuasa, maka Anda berkeinginan untuk menggunakan kuasa itu untuk mengontrol lebih banyak teknologi yang canggih, dan itu memberikan Anda kuasa lebih lagi,” beber Bengio saat memaparkan AI di sesi bertajuk “The Inescapable Revolution: How AI Will Forever Change Our Society” pada Sabtu (2/9/2023).
Menurutnya, itu akan berdampak buruk bagi demokrasi, stabilitas geopolitik, hingga bisnis yang membutuhkan kompetisi.
Baca Juga: Revolusi Kecerdasan Buatan (AI) dalam Industri Kesehatan: Potensi dan Tantangan
Tidak hanya itu, Bengio juga menjelaskan bahwa AI mesti diregulasi. Lantas apa yang perlu dilakukan?
“Kita butuh regulasi, regulasi dapat memperlambat pacu AI. Misalnya, hal sederhana yang kita semua butuhkan adalah perusahaan-perusahaan yang membangun dan mengembangkan AI yang setidaknya punya kompetensi di level teratas tertentu mesti dilisensikan. Sama halnya ketika Anda membuat pesawat, perlu lisensi,” ujar Bengio.
Bengio melanjutkan, selain lisensi, perusahaan pengembang AI juga perlu diaudit secara eksternal oleh auditor dan periset independen. Tujuannya agar mereka tetap berada di jalur yang tepat, mengikuti panduan dan protokol untuk melindungi publik, serta memastikan sistem yang mereka kembangkan tidak jatuh ke tangan yang salah.
“Kita semua butuh perwakilan rakyat atau anggota parlemen untuk men-drafting rancangan undang-undang (terkait AI),” pungkas Bengio.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: