Penulis Naskah dan Artis Hollywood Kompak Lawan Penggunaan AI dalam Industri Film
Aksi mogok kerja dari sejumlah penulis dan artis masih terus bergulir. Ketika masalah pendapatan yang kecil masih belum selesai, kini para penulis ternyata harus menghadapi masalah lain, yaitu penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam industri film.
Para penulis naskah yang tergabung dalam Writer Guild of America (WGAW) tengah mencari cara untuk membatasi peran AI dalam penulisan naskah dan proses produksi film.
Indrawan Nugroho, CEO dan Co-founder dari Corporate Innovation Asia (CIAS), mengungkapkan, mereka menolak ide bahwa karya buatan mereka hanya digunakan sebagai latihan bagi AI, dan mereka tidak ingin menjadi sekadar penyunting naskah yang dibuat oleh mesin.
Baca Juga: Semakin Canggih, Fita Manfaatkan Kecerdasan Buatan (AI) untuk Kesehatan Preventif
“Bisa jadi, alasan sesungguhnya adalah mungkin karya yang dihasilkan AI mutunya di bawah standar dan karenanya penulis harus mengoreksi (karya AI) dengan bayaran yang lebih murah,” jelas Indrawan, dikutip dari kanal Youtube-nya pada Senin (4/9/2023).
Indrawan menambahkan bahwa masalah besar lainnya adalah potensi penggunaan naskah yang sudah ada untuk melatih AI, yang dapat membuka peluang terjadinya pelanggaran hak cipta.
Oleh karena itu, WGAW telah mengajukan proposal untuk melarang praktik plagiarisme yang melibatkan AI. Para penulis naskah mengusulkan materi yang dihasilkan oleh AI harus dianggap berbeda dengan karya manusia.
Selama ini naskah atau cerita yang ditulis oleh penulis manusia dianggap sebagai “materi sastra” atau “materi sumber” yang diakui dan dibayar oleh pihak studio.
“Kalau sampai karya AI juga disebut sebagai materi sastra atau materi sumber, maka para penulis naskah diposisikan sebagai kompetitornya mesin. Ya jelaslah mereka menolak anggapan seperti itu,” tegas Indrawan.
Para artis juga menghadapi tantangan yang serupa. Teknologi AI generatif telah mencapai tingkat, di mana mereka dapat mengkloning aktor secara digital dengan presisi tinggi, seperti mereplikasi wajah dan suara mereka.
“Memang ya, teknologi (AI) ini masih memerlukan dukungan aktor pengganti yang mirip dengan selebriti yang akan dikloning. Tapi tetap saja, praktik kloning akan mengurangi kebutuhan terhadap aktor dalam produksi film maupun iklan,” imbuhnya.
Seorang aktor yang pernah menjadi clone digital, Stevens Rigsby turut mengungkapkan rasa kegelisahan terhadap teknologi AI. Ia mengatakan bahwa merasa terganggu dengan penggunaan teknologi kloning digital.
Selain itu, ada kekhawatiran tentang potensi hilangnya aspek humanitas dan keunikan dalam sebuah film. Karya film dan naskah adalah bentuk ekspresi kreatif yang unik bagi setiap individu. Keunikan ini yang bisa membuat konten film menarik dan bermakna. Penggunaan AI berisiko menghilangkan aspek keunikan dan humanitas dalam film.
“Meskipun AI dapat meniru gaya atau tren yang populer, mereka tidak dapat meniru storytelling sebagai bentuk interaksi manusiawi. AI juga tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan asli karena kurangnya pengalaman hidup, emosi, dan intuisi seperti yang dimiliki manusia,” ujar Indrawan.
Baca Juga: Seperti Pisau Bermata Dua, AI Perlu Dibuatkan Regulasi Agar Tak Disalahgunakan
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nevriza Wahyu Utami
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: