Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Soal Kebijakan Kemasan Pangan, Indonesia Jangan Sekedar Menjiplak Negara Lain

        Soal Kebijakan Kemasan Pangan, Indonesia Jangan Sekedar Menjiplak Negara Lain Kredit Foto: Ferry Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Guru Besar Bidang Keamanan Pangan & Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, C.Ht, meminta Indonesia tidak mentah-mentah menjiplak kasus-kasus pangan yang terjadi di negara lain seperti isu Bisfenol A (BPA). 

        Dia menyarankan agar Indonesia membuat aturan sendiri yang berbasis evidence atau berdasarkan bukti, scientific based atau berbasis ilmiah dan sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia.

        “Harus ada analisisnya. Kita tidak bisa mengadopsi begitu saja apa yang terjadi di negara luar. Jadi, selama kita belum melakukan analisis resiko, kemudian ada bukti-bukti evidence-nya,  kita nggak bisa asal jiplak aturan yang ada di luar karena kondisinya berbeda,” katanya.

        Baca Juga: Tak Usah Kuatir Berlebihan, Dokter dan Ahli Biokimia Sebut Tubuh Kita Mampu Bersihkan BPA

        Walaupun misalnya di negara lain itu sudah ada hasil riset segala macam, menurut Sulaiman, itu belum tentu kemasan pangan yang dikritisi sama dengan yang digunakan di Indonesia.

        “Apa yang dikritisi di negara lain itu harus dilihat dulu kemasannya. Seperti di Eropa, itu kan yang diprotes kemasan botol bayi dan kaleng, bukan air kemasan galon guna ulang. Sebab, di sana itu memang masyarakatnya tidak ada yang mengkonsumsi air minum galon guna ulang tapi tap water. Nah, jadi aneh jika itu dijiplak dan dianggap sama dengan air galon guna ulang yang digunakan di Indonesia,” ucapnya.   

        Jadi, menurutnya, kondisi yang terjadi di negara luar itu belum tentu sama dengan di Indonesia.  Artinya, lanjutnya, Indonesia itu seharusnya melakukan penelitian sendiri terhadap kemasan-kemasan produk pangannya dan itu pun harus dibuktikan.

        “Kalau pun menjiplak, harus dilihat benar nggak kondisi kita sama dengan kondisi di luar. Harus dilakukan studi dulu. Dan kenapa juga harus terburu-buru. Apakah memang itu sudah pada taraf yang sangat membahayakan, beresiko, sehingga segera dibuat regulasinya?” tukasnya mempertanyakan.

        Dia melihat dengan menjiplak mentah-mentah apa yang terjadi di negara lain, itu menunjukkan ketidakkonsistenan Indonesia dalam mengawasi keamanan pangan.

        “Jadi nggak konsisten kan? Makanya saya juga rada-rada curiga soal isu BPA ini. Kita itu dimanfaatkan oleh mereka yang sedang berperang (dagang). Dan, itu sangat menyedihkan kalau lembaga institusi pemerintah yang seharusnya bersifat netral dan harus berbasis ilmiah, dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu. Kalau seandainya itu terjadi, naif sekali. Berarti benar-benar negara ini dikuasai oligarki kalau gitu,” tandasnya.

        Dia melihat kejadian seperti ini akan berefek jelek, di mana rakyat bisa menjadi tidak percaya lagi terhadap peraturan  pangan di Indonesia. “Semestinya kan tujuannya murni melindungi masyarakat, melindungi konsumen. Bukan untuk memenangkan satu perusahaan atau melindungi satu usaha tertentu,” katanya.

        “Kalau mau serius menangani BPA, itu yang di makanan kaleng itu jelas ada BPA-nya, disengaja dilapiskan. Itu kok nggak diungkit-ungkit? Itu kenapa nggak digarap? Kenapa yang disoroti itu cuma galon guna ulang yang bahaya BPA-nya belum terbukti secara ilmiah,” ujarnya lagi.

        Dia menyarankan agar lembaga terkait melakukan kajian terlebih dulu secara tuntas dan jangan membuat aturan yang terburu-buru gara-gara ada pesanan.

        “Selama kita belum bisa membuktikan antara bahaya dan resikonya, kita nggak bisa langsung membuat kesimpulan. Harus pikirkan lagi bahwa orang itu butuh minum. Jangan gara-gara buru-buru menuduh air galon guna ulang berbahaya, malah orang kekurangan air dan bisa mati karena dehidrasi. Padahal, isu bahayanya itu nggak jelas bukti ilmiahnya,” ucapnya. 

        Untuk menguji apakah air minum galon guna ulang itu berbahaya atau tidak, menurutnya, itu sangat mudah. Caranya, memberikannya kepada hewan percobaan seperti tikus.

        “Kasih minum saja (air galon guna ulang) kepada tulis, muncul nggak gejala sakit? Kan gampang sebetulnya. Kenapa kita hanya praduga-praduga yang nggak jelas? Saya belum pernah baca, mendengar ada toksikologi air minum galon guna ulang pada hewan,” tuturnya.

        Sebelumnya, Direktur Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Anisyah, mengatakan banyak negara di dunia semakin memperketat regulasi dan penggunaan senyawa BPA untuk campuran dalam kemasan plastik makanan dan minuman. BPOM mewakili pemerintah RI bakal melakukan hal yang sama di Indonesia.

        "Isu BPA ini bukan lagi isu nasional, tapi sudah jadi isu global," katanya beberapa waktu lalu.

        Baca Juga: Pakar Minta Urgensi Pelabelan BPA Jangan Mau Terjegal Keinginan Industri

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: