Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Minta Urgensi Pelabelan BPA Jangan Mau Terjegal Keinginan Industri

Pakar Minta Urgensi Pelabelan BPA Jangan Mau Terjegal Keinginan Industri Peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan proses daur ulang limbah plastik medis dengan metode kristalisasi di Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan (19/2/2021). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar epidemologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan pemerintah untuk tidak tunduk pada keinginan industri dalam menerapkan aturan pelabelan risiko senyawa kimia Bisfenol A atau BPA pada galon air minum bermerek.

Pandu menilai penundaan pemberlakuan aturan pelabelan hanya akan menjadikan masalah kesehatan publik terus terakumulasi dan memunculkan kesan adanya pembiaran oleh negara.

“Negara harus segera menerapkan regulasi pelabelan BPA,” kata Pandu dalam sebuah acara bincang-bincang terkait rencana pelabelan BPA di Metro TV, Jumat (11/8/2023).

Ia menambahkan BPA adalah salah satu bahan baku pembentuk polikarbonat, jenis plastik keras yang di Indonesia masif digunakan industri air minum sebagai kemasan galon bermerek.

Riset di berbagai negara menunjukkan BPA pada plastik polikarbonat rawan luruh dan berisiko pada kesehatan, termasuk bisa memicu kemandulan dan kanker bila terminum melebihi ambang batas.

Menurut Pandu, regulasi pelabelan risiko BPA bakal menjadi wahana efektif untuk memberikan informasi dan mengedukasi masyarakat terkait risiko BPA dalam galon air minum bermerek.

Dia menyebut industri air kemasan menggemban tanggung jawab yang besar terkait pelabelan tersebut, katanya.

"Bukan zamannya lagi industri hadir di tengah masyarakat semata mengejar keuntungan. Mereka juga punya tanggung jawab mendidik masyarakat serta menjamin setiap produknya aman untuk kesehatan," tandasnya.

Sementara itu, Direktur Standarisasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Aisyah, menggambarkan risiko kontaminasi BPA adalah sesuatu yang nyata dan karena itulah pemerintah menyiapkan rancangan pelabelan galon bermerek.

Menurut Aisyah, hasil pemeriksaan kandungan senyawa kimia tersebut pada galon bermerek di sejumlah kota menunjukkan “kecenderungan yang mengkhawatirkan”. 

“Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm,” katanya.

Menurut Aisyah, pemerintah berencana memperketat ambang batas aman migrasi serta toleransi asupan BPA yang bersumber dari air minum galon bermerek, sumber air minum rutin bagi sedikitnya 85 juta warga Indonesia.

Dia menyebut langkah tersebut sejalan dengan trend global pengetatan pengawasan BPA. Di Uni Eropa, katanya, otoritas keamanan pangan menetapkan ambang batas migrasi BPA sebesar 0,06 ppm dari sebelumnya 0,6 ppm.

Masih di Eropa, otoritas keamanan pangan EFSA merevisi batas asupan harian (Total Daily Intake) BPA menjadi 20.000 kali menjadi 0,2 nanogram/kilogram berat badan pada April 2023.

Sambil menunggu pengesahan rancangan regulasi pelabelan BPA, Aisyah menyarankan masyarakat lebih berhati-hati sebelum mengkonsumsi galon air minum bermerek yang beredar di pasar masih dengan kemasan plastik keras polikarbonat.

“Pastikan galonnya masih bersih, baru, kondisinya masih baik, tidak tergores, tidak kusam, tidak buram,” katanya. 

Aisyah bilang masyarakat perlu pula memperhatikan cara penyimpanan galon yang bakal mereka beli. Logikanya, potensi migrasi BPA pada galon polikarbonat semakin besar bila galon didistribusikan serampangan, termasuk kerap dibiarkan terpapar sinar matahari secara langsung dalam waktu lama, ataupun diletakkan di dekat benda-benda berbau tajam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: