Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ekonomi Bisa Terdampak Konflik Israel-Palestina, Elite NasDem Harap Pemerintah Waspada

        Ekonomi Bisa Terdampak Konflik Israel-Palestina, Elite NasDem Harap Pemerintah Waspada Kredit Foto: Antara/Ahmad Subaidi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mendorong adanya perhatian dari pemerintah akan dampak dari situasi global terhadap ekonomi dari Indonesia. Dirinya mengatakan pertumbuhan ekonomi bisa terhdap karena ketidakpastian dunia internasional.

        Menurutnya, ketahanan ekonomi nasional harus diperkuat dengan keunggulan sumber daya manusia dan peningkatan pertumbuhan dalam mengantisipasi tantangan global.

        Baca Juga: Lewat Hati, Lestari Moerdijat Bongkar Kunci Sukses Program Merdeka Belajar

        “Kita tidak bisa menutup mata terhadap kondisi krisis global terkait ketegangan di Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang berpotensi berdampak terhadap Indonesia,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Memperkuat Ketahanan Ekonomi Menghadapi Ancaman Resesi di Akhir 2023, dilansir pada Kamis (9/11).

        Diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Fauzi H Amro (Anggota Komisi XI DPR RI), Wiwiek Rabiatul Adawiyah (Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto) dan Hendri Saparini (Founder dan Ekonom CORE Indonesia) sebagai narasumber.

        Menurut Lestari Moerdijat yang biasa disapa Rerie, dampak krisis global dan perubahan iklim yang terus berlanjut mesti diantisipasi dengan sejumlah kebijakan yang menunjang ketahanan ekonomi dalam negeri.

        Meski di tengah prediksi melambatnya perekonomian global, perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan, kata Rerie, perekonomian Indonesia berdasarkan catatan BPS tumbuh 4,94% (yoy).

        Menurut Rerie, optimisme tersebut harus diimbangi dengan kewaspadaan. Apalagi, terjadi kenaikan suku bunga, kenaikan harga minyak, pelemahan nilai rupiah dan penurunan devisa dalam sebulan terakhir.

        Bagaimana kita memperkuat sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki sebagai persiapan menghadapi tantangan tersebut, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, adalah sebuah keniscayaan.

        Anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro mengatakan berdasarkan indikator ekonomi yang ada, saat ini Indonesia belum masuk pada resesi, karena pertumbuhan ekonomi masih sesuai dengan asumsi makro.

        Diakui Fauzi, saat ini ada tanda-tanda kenaikan harga minyak mentah dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah, di tengah pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.

        Menurut Fauzi, dalam 1,5 bulan terakhir ini Indonesia mampu menghadapi dampak gejolak perekonomian global yang berpotensi menimbulkan resesi.

        Dalam upaya mencegah resesi, menurut Fauzi, pemerintah perlu memperkuat ketahanan perekonomian nasional, yang salah satunya dengan menghindari potensi konflik di tahun politik.

        Langkah yang tidak kalah penting, tegas Legislator NasDem itu, pemerintah harus memperkuat ekonomi mikro dengan memperkuat jaringan UMKM yang ada dan mempermudah akses permodalan, dalam upaya mendukung penguatan fundamental ekonomi dalam menghadapi krisis.

        Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Wiwiek Rabiatul Adawiyah berpendapat secara garis besar ada indikasi menuju resesi karena perekonomian nasional sangat terkait dengan dampak kebijakan perekonomian sejumlah negara mitra dagang.

        Baca Juga: Waspada Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Ini Wejangan DPR

        Menurut Wiwiek, potensi resesi harus diwaspadai karena dampaknya luar biasa terhadap ketersediaan lapangan kerja, investasi dan kebijakan ekonomi dalam negeri.

        Namun, ungkap dia, dari hasil survei Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) secara umum masyarakat tidak melihat kekhawatiran terjadi resesi ekonomi di Indonesia, meski masyarakat melihat juga adanya kenaikan harga minyak dan bermunculannya pengangguran.

        Wiwiek mendorong kerja sama yang kuat antara pemerintah dan swasta sehingga menghasilkan kebijakan yang komprehensif di sisi ekonomi makro dan sektor ekonomi mikro dengan mengembangkan potensi lokal setiap daerah.

        Baca Juga: Hadapi Efek El Nino, Lestari Moerdijat Dorong Sosialisasi Mitigasi Bencana

        Menurut Wiwiek, perlu dikembangkan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, akademisi dan kalangan bisnis, dalam proses penguatan sektor ekonomi mikro.

        Selama ini, ungkap dia, kebijakan-kebijakan makro sulit dipahami oleh masyarakat bawah, sehingga perlu didekati dengan kebijakan yang diterapkan secara bersamaan untuk penguatan di sektor makro dan ekonomi mikro.

        Founder dan Ekonom CORE Indonesia, Hendri Saparini menilai wajar adanya kekhawatiran resesi di dalam negeri karena pertumbuhan perekonomian negara partner dagang Indonesia melambat.

        Namun, kata Hendri, secara teknis kondisi inflasi membaik, meski belum mencapai level sebelum pandemi. Diakui, hingga saat ini Indonesia belum memiliki kebijakan moneter yang efektif mencegah aliran dana ke luar negeri.

        Nilai tukar rupiah, tambah Hendri, tertekan selama dibayangi kekhawatiran kenaikan suku bunga The Fed. Meski diakuinya cadangan devisa Indonesia masih cukup kuat untuk menopang gejolak nilai tukar rupiah.

        Di sisi lain, ungkap dia, nilai ekspor Indonesia juga melambat karena negara tujuan ekspor Amerika Serikat dan China saat ini mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas lewat ekonomi hijaunya.

        Bila kondisi tersebut tidak segera disikapi dengan tepat, tambah Hendri, akan menimbulkan masalah serius di sektor manufaktur.

        Menurut Hendri untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi 5% pada 2023 dan 2024 bukan masalah besar. Karena sejatinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia 70% bertumpu pada ekonomi dalam negeri. Sehingga masih banyak ruang bagi kita untuk bertahan dari ancaman krisis.

        Hendri berpendapat perlu dibenahi strategi dan arah pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, karena pertumbuhan ekonomi 5% saja tidak cukup.

        Perekonomian Indonesia butuh tumbuh lebih tinggi dan inklusif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.

        Menanggapi hal itu wartawan bidang ekonomi Media Indonesia, Windy Dyah Indriantari mengungkapkan pendapat para pakar yang optimistis resesi tidak terjadi pada 2023 merupakan kabar gembira.

        Windy sepakat tahun depan harus ada perbaikan dalam pengelolaan ekonomi nasional. Diakui perlu juga dijaga daya beli masyarakat agar bisa mendorong belanja.

        Baca Juga: Lewat BRI Menanam, Komoditas Andalan Pendorong Perekonomian Desa BRILian Mekarbuana Semakin Unggul

        Windy berharap di tahun politik belanja masyarakat bisa lebih tinggi lagi sehingga bisa ikut menggerakkan perekonomian nasional.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: