Berbagai pasal tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan dinilai berupaya untuk mengatur standardisasi terhadap tembakau di Indonesia. Selain akan merugikan petani tembakau, aturan yang mengacu kepada regulasi negara lain ini dinilai tidak cocok untuk diimplementasikan di Tanah Air.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Wisnu Brata, mengatakan di pasal tembakau dalam RPP Kesehatan terdapat standardisasi terhadap tembakau yang berkaca pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
”Padahal, (standardisasi) belum tentu cocok dengan tembakau yang kita hasilkan,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam diskusi ‘RPP Kesehatan dan Perlindungan Petani Tembakau’ secara virtual.
Melihat isi pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan, Wisnu mengungkapkan, isinya sama dengan regulasi dalam FCTC. ”Saya kira yang kemarin (PP 109/2012) sudah cukup. Kalau ada revisi (menjadi seperti pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan) itu menjadi pembunuhan bagi petani tembakau di Indonesia,” tegasnya.
Baca Juga: Aturan Produk Tembakau di RPP Kesehatan Ancam Kesejahteraan Pedagang UMKM
Di kesempatan yang sama, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Sarmidi Husna, memaparkan bahwa dari awal pihaknya telah mengawal mengenai rencana aturan yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini.
“Ketika Kemenkes membuat RPP ini, draft aturannya jauh dari yang kami harapkan, baik itu untuk petani, produsen, maupun pekerja di pertembakauan. Yang namanya aturan itu harus mengikuti prinsip yang sesuai dengan kemaslahatan umat. Jadi, ada ketidakadilan disitu karena hanya mementingkan sisi kesehatan dan merugikan petani tembakau dan pekerja,” ujarnya.
Baca Juga: Kementerian Nggak Akur Soal RPP Kesehatan, DPR Minta Jokowi Turun Tangan
Sarmidi menekankan bahwa pemerintah seharusnya mendengar aspirasi yang telah disampaikan oleh banyak pihak, termasuk dari para petani tembakau dan pekerja, yang akan dirugikan dari pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan.
“Kita memang harus menyampaikan ke pemerintah (Kemenkes) bahwa aturan ini jangan disahkan atau (setidaknya) harus mendengarkan dahulu masukan dari masyarakat pertembakauan. Selama ini Kemenkes tidak mau mendegarkan petani tembakau. Di sini lah yang perlu kita dorong agar pemerintah mau mendengar apa yang terjadi di lapangan,” tegasnya.
Senada, Peneliti Tembakau dari Universitas Jember, Fandi Setiawan, mengingatkan bahwa sebuah produk hukum, maupun kebijakan, seharusnya diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat. “Tolong pemerintah bisa hadir dan bijak. Sektor (tembakau) ini bukan sektor yang dilarang, bukan (produk) ilegal yang diharamkan. Semoga pemerintah mendengar semua (masukan) ini.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: