Makin Tak Terkendali, Industri Asuransi Perlu Waspadai Inflasi Biaya Kesehatan
Salah satu isu utama yang perlu diperhatikan oleh pelaku industri asuransi adalah tingginya tingkat inflasi kesehatan. Hal ini berdampak pada biaya kesehatan yang lebih besar yang harus dikeluarkan masyarakat. Dalam hal ini, perusahaan asuransi perlu memahami konsekuensi dari timbulnya inflasi kesehatan ini, karena akan berpengaruh pada kinerja dan kelangsungan bisnis di masa depan.
Demikian pesan utama yang disampaikan Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim K Rohman, Professor of Health Policy and Insurance Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany, Sekretaris Perusahaan IFG Oktarina Dwidya Sistha dalam acara Media Gathering IFG Conference 2024, di Jakarta, pada Selasa (15/10/2024).
Ibrahim mengatakan, berdasarkan riset IFG Progress pada bulan September lalu, Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat inflasi kesehatan yang tinggi. Di saat bersamaan, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan masyarakat juga tinggi. Walaupun sudah ada proteksi asuransi yang dijamin oleh pemerintah dengan cakupan yang luas, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat tersebut tetap tinggi.
Baca Juga: Hadapi Banyak Risiko dan Tantangan, Industri Asuransi Dituntut Lakukan Transformasi
“Kami menyadari fenomena peningkatan inflasi kesehatan di Indonesia ini berdampak pada tingginya out-of-pocket health expenditures. Dengan peningkatan pembelian produk kesehatan dan obat-obatan, klaim asuransi kesehatan juga meningkat,” ujar dia.
Ibrahim menambahkan, terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingginya biaya kesehatan, di antaranya pengeluaran kunjungan ke rumah sakit (frequency) dan biaya rawat inap (length). Berdasarkan data statistik yang dimiliki IFG Progress, setiap satu kali kunjungan ke rumah sakit masyarakat rata-rata dapat mengeluarkan belanja kesehatan sebesar Rp695.903. Sementara itu, untuk penambahan satu hari rawat inap di rumah sakit akan meningkatkan belanja kesehatan sebesar Rp 810.301.
“Dengan meningkatnya biaya kesehatan dan jumlah klaim, perusahaan asuransi harus beradaptasi dan mencari cara untuk membantu mengelola risiko yang dihadapi nasabah sekaligus mengelola dampak risiko bisnis perusahaan,” katanya.
Senada dengan itu, Hasbullah menuturkan, biaya kesehatan yang tinggi salah satunya dipicu oleh distribusi layanan kesehatan di Indonesia yang masih terpusat di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan biaya perawatan di daerah yang lebih terpencil menjadi jauh lebih tinggi, karena pasien cenderung menunggu sampai kondisi kesehatannya memburuk untuk bisa mendapatkan perawatan.
“Kemajuan teknologi juga turut mendorong biaya kesehatan menjadi tinggi, apalagi layanan perawatan kesehatan itu menjadi semakin canggih, di samping faktor aging population yang mulai naik di Indonesia, yang karena usia, harus membutuhkan perawatan kesehatan,” tegas dia.
Baca Juga: Jokowi Teken Perpres Asuransi Bagi Mantan Menteri, Begini Tanggapan OJK
Sementara itu, Sistha menambahkan, inflasi kesehatan yang berpengaruh pada industri asuransi merupakan salah satu permasalahan yang disorot dalam IFG Conference 2024. Konferensi ini merupakan komitmen IFG sebagai konglomerasi keuangan dalam menjalankan mandat yang diberikan dalam melakukan perbaikan dan penguatan di industri asuransi.
“Industri asuransi perlu memiliki fondasi yang kuat dan sehat untuk menjamin keberlanjutan dan ketahanan bisnis, baik di tingkat nasional maupun global. Dengan mengedepankan diskusi dan kolaborasi, pelaksanaan IFG Conference 2024 diharapkan dapat menghasilkan solusi inovatif dan dapat diimplementasikan oleh pelaku industri asuransi,” tutup dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: