AS Soroti Barang Bajakan di RI, Penegakan HaKI Jadi Ujian Serius bagi Iklim Dagang
Kredit Foto: Reuters
Sorotan Amerika Serikat (AS) terhadap maraknya barang bajakan di Indonesia, khususnya di Pasar Mangga Dua, Jakarta, seolah kembali menegaskan dan mengingatkan pentingnya penegakan Hak atas Kekayaan Intelektuan (HaKI) dalam menjaga kepercayaan dagang dan iklim investasi internasional.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa pemerintah siap memperkuat penindakan terhadap pelanggaran HaKI, yang kini menjadi perhatian utama mitra dagang strategis seperti AS.
Baca Juga: Mendag: Produk Impor AS Beda dengan Komoditas Swasembada Nasional
“Amerika Serikat menaruh perhatian pada isu ini, dan kami sepakat bahwa HaKI memang harus ditegakkan, tidak hanya untuk AS, tapi dalam kerja sama dengan negara manapun,” ujar Budi di Jakarta, Minggu (20/4/2025).
Adapun pernyataan tersebut muncul usai Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) kembali memasukkan Pasar Mangga Dua ke dalam daftar pantauan prioritas dalam 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers.
Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa pasar daring di Indonesia sebagai titik rawan peredaran produk bajakan dan palsu, yang berisiko menurunkan reputasi Indonesia dalam sistem perdagangan global.
Lebih lanjut, dalam laporan USTR, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran HaKI dinilai menjadi salah satu hambatan non-tarif terbesar dalam hubungan dagang Indonesia-AS. USTR mendesak Indonesia untuk memanfaatkan gugus tugas HaKI secara maksimal guna memperkuat sinergi antar-lembaga penegak hukum.
AS, juga menyoroti revisi UU Paten 2016 melalui Undang-Undang Cipta Kerja yang menurut mereka berpotensi melemahkan perlindungan hak eksklusif. Pasalnya, UU tersebut memungkinkan kewajiban paten dipenuhi melalui impor atau lisensi. Sehingga, hal ini dinilai bisa memberikan sinyal negatif terhadap pelaku usaha dan investor asing yang mengandalkan perlindungan hukum atas inovasi mereka.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga, Moga Simatupang, menjelaskan bahwa sebagian besar pelanggaran HaKI masuk dalam kategori delik aduan, yang berarti penindakan baru bisa dilakukan jika pemilik merek resmi melaporkannya ke otoritas terkait.
“Yang bisa melapor adalah pemegang merek, itu ranahnya di Direktorat Jenderal HaKI. Kalau tidak ada laporan, sulit untuk langsung ditindak,” jelas Moga.
Meski demikian, Moga mengklaim jika Kementerian Perdagangan mengklaim telah melakukan pengawasan rutin dan penyitaan barang ilegal secara berkala, termasuk dalam dua hari terakhir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: