Jaga Sektor Logistik Indonesia, MTI Minta Pemerintah Siapkan Roadmap Terukur untuk Atasi Masalah Truk ODOL
Kredit Foto: Istimewa
Pemerintah Indonesia memerlukan roadmap yang jelas dan terukur untuk menyelesaikan masalah truk over dimension dan overload (ODOL). Terlebih, pemerintah menargetkan penyelesaian masalah ODOL tuntas pada 2026 mendatang.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menyatakan bahwa roadmap atau peta jalan akan membantu tim dan stakeholder memahami posisi saat ini serta langkah-langkah selanjutnya dalam mencapai target.
Roadmap tersebut dapat dibagi menjadi tiga periode, yakni jangka pendek (2025–2026), jangka menengah (2027–2029), dan jangka panjang (2030–2045). Di dalamnya harus mencakup program, indikator, serta penanggung jawab dari kementerian dan lembaga terkait.
"Roadmap adalah rencana atau panduan terperinci yang menggambarkan tahapan dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tertentu," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.
Djoko menjelaskan bahwa pelaksanaannya dapat dimulai dari proyek pemerintah dan BUMN yang tidak menggunakan truk ODOL, kemudian dilanjutkan ke sektor atau wilayah lainnya. Selain itu, pemerintah perlu memasukkan upaya pemberantasan pungutan liar (pungli), penerapan upah standar pengemudi, perbaikan tunjangan fungsional petugas penguji kendaraan bermotor, pemanfaatan teknologi untuk pengendalian, serta pemberian insentif dan disinsentif.
"Pungli angkutan logistik di Indonesia tidak seperti di negara lain yang memang sangat minim. Pungli ini dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari yang menggunakan seragam hingga yang tidak," katanya.
Lebih lanjut, Djoko menekankan bahwa pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) perlu membangun sekolah pengemudi bus dan truk, sebagaimana sekolah pilot pesawat terbang, masinis kereta api, atau nakhoda kapal. Menurutnya, hingga saat ini belum ada sekolah khusus bagi pengemudi bus dan truk di Indonesia.
Baca Juga: PIS Paparkan Peta Jalan Nol Emisi 2050 untuk Dekarbonisasi Industri Maritim
"Sudah saatnya Kementerian Perhubungan membangun sekolah untuk pengemudi bus dan truk," tegasnya.
Djoko juga mendorong pemanfaatan jalur logistik tidak hanya berfokus pada jalan raya, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan. Masih terdapat peluang untuk mengoptimalkan jalur perairan, termasuk transportasi antar pulau dan aliran sungai, serta memaksimalkan penggunaan kereta api.
Ia memaparkan bahwa penggunaan jalur kereta api belum setara dengan jalan raya. Angkutan logistik melalui kereta api dikenakan PPN 11 persen, menggunakan BBM non-subsidi, dan masih dikenakan biaya track access charge (TAC).
"Sementara itu, jalan raya menggunakan BBM bersubsidi, tidak dikenakan PPN, tidak dipungut biaya saat melewati jalan arteri, dan hanya dikenakan tarif jika melintasi tol," jelasnya.
Berdasarkan data Bappenas tahun 2023, biaya logistik nasional Indonesia mencapai 14,29 persen dari PDB pada 2022, dengan 8,79 persen di antaranya merupakan biaya transportasi. Skor Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 sebesar 3,0, masih di bawah sejumlah negara ASEAN seperti Singapura (4,3), Malaysia (3,6), Thailand (3,5), Filipina (3,3), dan Vietnam (3,3).
Sementara itu, Anggota Majelis Etik MTI, S. Ipung Purnomo, meminta Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi untuk lebih terbuka dalam menerima masukan. Hal ini disampaikan menyusul jarangnya keterlibatan Menhub dalam diskusi umum terkait pembangunan transportasi Indonesia.
"Dalam menjalankan pemerintahan, terutama dalam merumuskan kebijakan di kementerian, seorang menteri harus mampu menerima masukan dari berbagai pihak," kata S. Ipung Purnomo.
Ipung menilai Menhub juga cenderung menghindar dari wartawan, padahal sebagai pejabat publik, seharusnya ia bersikap terbuka terhadap media. Terlebih, kasus kecelakaan lalu lintas sedang marak terjadi.
Baca Juga: Kemenperin Pastikan Ketersediaan Tenaga Kerja Unggul di Era Industri 4.0
"Masyarakat ingin mengetahui sejauh mana program keselamatan yang sedang dan akan dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Menhub seharusnya mampu bersinergi dengan pemerhati (pengamat), akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Riset-riset yang dihasilkan perguruan tinggi dapat diadopsi oleh Kemenhub untuk mendukung kebijakan transportasi.
Ipung menegaskan bahwa Menhub harus menerima masukan berdasarkan pengalaman lapangan dari para pemerhati transportasi dan LSM yang sering terlibat dalam perumusan kebijakan. Menurutnya, Presiden Joko Widodo perlu menegur para menteri yang enggan menerima masukan dari luar.
"Memimpin negeri ini tidak bisa dilakukan sendirian. Dengarkanlah masukan dari pemerhati, akademisi, asosiasi, komunitas, dan LSM," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: