Kredit Foto: Youtube Sekretariat Presiden
Pemerintah kembali menegaskan komitmennya dalam mempercepat transisi energi hijau sebagai bagian dari agenda strategis Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto untuk mewujudkan swasembada energi nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan fokus utama diarahkan pada pengembangan energi terbarukan dan penguatan ketahanan energi ramah lingkungan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.
“Indonesia adalah salah satu negara paling rentan terhadap perubahan iklim. Mayoritas masyarakat tinggal di pesisir yang rawan bencana. Ini bukan lagi isu, tetapi ini adalah real, di mana akibat krisis iklim ini dampaknya bisa mencapai lebih dari 6% PDB pada tahun 2060,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (25/7/2025).
Airlangga menegaskan bahwa sektor energi menyumbang proporsi terbesar emisi gas rumah kaca di Indonesia, sementara 75% konsumsi energi nasional masih bergantung pada energi fosil. Untuk itu, dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan serta akselerasi transisi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi langkah yang sangat krusial.
Dia mengatakan saat ini, pemerintah telah menyusun peta jalan menuju Net Zero Emission (NZE) dengan enam pilar strategis, yaitu pengembangan EBT, elektrifikasi, efisiensi energi, carbon capture and storage (CCS), teknologi energi bersih, dan reformasi kebijakan energi.
Lanjutnya, Airlangga menyebut potensi EBT nasional yang mencapai lebih dari 1.000 gigawatt (GW) menjadi tulang punggung transformasi energi hijau. Salah satu proyek strategis yang tengah dikembangkan adalah Green Super Grid sepanjang 70.000 km untuk menghubungkan sumber EBT dari wilayah terpencil ke pusat konsumsi.
Baca Juga: Bauran EBT 2025 Diproyeksi Hanya 14,4%, Pemerintah Pacu Co-Firing dan COD Pembangkit
"Proyek ini diharapkan dapat menekan biaya sistem kelistrikan serta mendorong ekspor listrik bersih ke negara mitra," ujarnya.
Airlangga juga menyoroti hilirisasi industri hijau sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru di daerah. Ia menyampaikan bahwa capaian bauran energi bioenergi telah mencapai 14,1% pada 2024, mendekati target nasional 23% pada 2025.
Terkait pembiayaan, pemerintah menyadari adanya keterbatasan ruang fiskal. APBN dan BUMN hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan pendanaan transisi energi. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor sangat diperlukan, termasuk melalui partisipasi swasta, green bonds, blended finance, serta penguatan dukungan dari inisiatif internasional seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Asia Zero Emission Community (AZEC).
“Pemerintah fokus pada eksekusi yang efektif agar proyek-proyek transisi energi dapat berjalan cepat dan terukur,” ucapnya.
Baca Juga: Prabowo Resmikan Operasi dan Pembangunan 55 Pembangkit EBT di 15 Provinsi
Airlangga juga menekankan pentingnya kesiapan sumber daya manusia (SDM). Pemerintah menetapkan target peningkatan proporsi tenaga kerja hijau hingga 3% pada 2029 melalui pemetaan kompetensi, penyesuaian kurikulum vokasi, pembangunan lembaga pelatihan di daerah penghasil energi, penguatan tenaga pengajar, serta integrasi basis data SDM hijau nasional.
“Dengan semangat kebersamaan dan komitmen ini, kita pastikan transisi energi menjadi momentum untuk Indonesia tangguh, hijau, dan berkeadilan. Jadi bayangkan kalau seluruh desa mandiri energi, itu akan mendorong industri panel surya, industri kabel, dan mempercepat capaian net zero emission," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo