- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Proyek Industri Baterai Maluku Senilai US$8 Miliar Ditargetkan Rampung 2027
Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menargetkan proyek industri baterai kendaraan listrik (EV) yang digarap oleh konsorsium Zhejiang Huayou Cobalt, PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), dan Indonesia Battery Corporation (IBC) akan rampung pada akhir 2027.
Proyek senilai sekitar USD 8 miliar tersebut berlokasi di Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara. Bahlil menyebut proyek ini merupakan proyek terintegrasi, meliputi rantai produksi dari pertambangan nikel (mining), Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), High Pressure Acid Leaching (HPAL), prekursor, katoda, hingga sel baterai (battery cell).
"Huayou sebentar lagi akan jalan dengan Antam dan IBC. Total investasi sekitar 8 miliar USD. Nah, kalau ini semua jadi, kita targetkan 2027 akhir, ini semua sudah jadi. Maka Indonesia akan menjadi salah satu negara pertama yang membangun ekosistem baterai mobil yang terintegrasi dari hulu sampai hilir,,” kata Bahlil di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Baca Juga: Tarif PLTS-Baterai Disiapkan, Pelaku Usaha Dukung Penuh Regulasi Hybrid EBT
Bahlil mengatakan, keberadaan industri ini penting untuk menopang kebutuhan baterai EV dan BESS yang akan terus meningkat. Dia menyebut potensi kebutuhan baterai hingga 2034 mencapai 392 Giga Watt hour (GWh), di antaranya untuk mencukupi kebutuhan akselerasi RUPTL PLN 2025–2034, mobil dan motor listrik, program membangun 100 GW PLTS, dan juga peluang ekspor listrik.
"Nah itu untuk menyangkut dengan ekosistem baterai mobil, kita targetkan sampai dengan 2027 itu sekitar 55–60 gigawatt sampai dengan 2027,” ujarnya.
Bahlil optimistis Indonesia mampu menjadi pemain utama dalam industri baterai global, didukung oleh cadangan nikel yang besar. Mengutip data US Geological Survey (USGS), ia menyebut Indonesia memiliki 43% dari total cadangan nikel dunia.
Baca Juga: IBC Dorong Perdagangan Karbon Berdaya Saing Global Lewat Program ICMA
"Tidak ada alasan, menurut saya, untuk tidak melakukan investasi yang efisien di negara Indonesia. Market-nya ada, bahan bakunya ada, ekosistemnya sudah ada, energi baru terbarukannya sudah ada," ucapnya.
Lanjutnya, hal tersebut sejalan dengan program pemerintah dalam menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang, termasuk menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk hilirisasi dan percepatan pembangunan industri mobil listrik.
Tak hanya itu, pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk kelistrikan juga menjadi prioritas yang akan membuka peluang bagi industri baterai dalam negeri.
Baca Juga: Cara China Merayu Pelaku Industri Bergeser ke Truk Listrik, Dibuat Dulu Ekosistem Tukar Baterai
"Kita minta baterai-baterai untuk listrik ini semua harus memakai produk Indonesia. Ini market besar. Dan ini akan mendorong untuk bagaimana ketersediaan listrik bagi Koperasi Merah Putih. Karena kita akan pakai track listrik. Kita akan pakai motor listrik. Dan ini sekaligus untuk mendorong transisi energi dan kedaulatan energi," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait: