Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hanya Beli 2% Saham Generali, Ada Apa dengan Sinar Mas?

        Hanya Beli 2% Saham Generali, Ada Apa dengan Sinar Mas? Kredit Foto: Unsplash/Towfiqu barbhuiya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sinar Mas Group bukan sekadar konglomerasi; ia adalah imperium yang menancapkan pengaruh dari perkebunan hingga keuangan, dari properti hingga telekomunikasi. Di sektor asuransi, mereka membangun kerajaan yang jarang tersaingi, dengan portofolio lengkap dari asuransi umum, jiwa, digital, hingga reasuransi.

        Strateginya konsisten: masuk dengan porsi besar, memegang kendali, dan memadukan kekuatan lintas lini bisnis. Karena itu, langkah PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA) membeli hanya 2% saham PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (AJGI) pada awal Agustus 2025 terasa di luar karakter. Untuk grup sebesar ini, angka dua persen bukan sekadar investasi kemungkinan ada cerita di baliknya.

        Saham tersebut dibeli dari PT Puncak Nusantara dengan nilai Rp22,1 miliar, sementara 98% sisanya tetap dikuasai Generali Asia N.V., bagian dari Generali Group asal Italia yang beroperasi di lebih dari 50 negara. Di atas kertas, langkah ini nyaris tak mengubah struktur kepemilikan. Kendali penuh tetap berada di tangan Generali Asia N.V.

        Nilai transaksinya pun tidak signifikan jika dibandingkan dengan kekuatan finansial SMMA, yang per 30 Juni 2025 mencatat total aset Rp164,46 triliun, liabilitas Rp122,35 triliun, dan ekuitas Rp42,10 triliun. Laba bersih semester I 2025 mencapai Rp3,10 triliun, naik dari Rp2,84 triliun setahun sebelumnya, sedangkan pendapatan premi neto tumbuh menjadi Rp14,91 triliun. Dengan kapasitas modal sebesar ini, membeli 2% saham Generali Indonesia jelas bukan karena keterbatasan dana.

        Generali Indonesia pun bukan perusahaan yang sedang terpuruk. Per Juni 2025, total asetnya mencapai Rp6,43 triliun, liabilitas Rp5,15 triliun, dan ekuitas Rp1,28 triliun. Perusahaan mencatat pendapatan premi neto Rp1,42 triliun, dengan laba bersih Rp81,93 miliar berbalik positif dari kerugian Rp107,3 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Tingkat solvabilitasnya berada di 344%, hampir tiga kali lipat dari batas minimum OJK. Angka-angka ini menegaskan Generali berada dalam kondisi sehat dan berpotensi ekspansi, meski beroperasi di segmen asuransi jiwa yang pada semester pertama tahun ini justru mengalami kontraksi tipis.

        Melalui SMMA, Sinar Mas sudah menguasai pangsa signifikan di industri asuransi lewat berbagai anak usaha. Di asuransi umum, Asuransi Sinar Mas menjadi salah satu pemain terbesar nasional. Di asuransi jiwa, Simas Jiwa memiliki basis pasar kuat, sementara MSIG Life menjadi representasi kemitraan dengan pemain global. Portofolio ini dilengkapi dengan lini reasuransi dan entitas pendukung lain yang menjadikan Sinar Mas salah satu kekuatan dominan di sektor keuangan nasional. Dengan posisi sebesar ini, keputusan untuk masuk ke Generali Indonesia hanya lewat porsi minoritas menjadi semakin menarik untuk dianalisis.

        Industri asuransi nasional sendiri sedang tumbuh lambat. Data OJK per Juni 2025 menunjukkan total aset industri mencapai Rp1.163,11 triliun, naik 3,27% dibanding tahun sebelumnya. Aset asuransi komersial mencapai Rp939,88 triliun, dengan pendapatan premi semester pertama sebesar Rp166,26 triliun, hanya naik 0,65% secara tahunan. Premi asuransi jiwa justru turun 0,57% menjadi Rp87,48 triliun, sementara asuransi umum dan reasuransi tumbuh 2,04% menjadi Rp78,77 triliun. Meski begitu, modal industri tetap kokoh, dengan rasio solvabilitas asuransi jiwa 473,55% dan asuransi umum serta reasuransi 312,33%.

        Dalam lanskap seperti ini, langkah Sinar Mas semakin layak dipertanyakan. Secara historis, grup ini jarang mengambil peran minoritas kecuali sebagai strategi penjajakan. Kepemilikan kecil bisa menjadi pintu masuk untuk mengamati langsung kinerja internal, mempelajari model bisnis, dan membangun hubungan strategis dengan manajemen. Di tengah struktur kepemilikan Generali yang hampir seluruhnya dimiliki modal asing, dua persen saham yang dipegang Sinar Mas menjadi pengecualian yang sarat kemungkinan.

        Regulasi pasca PP Nomor 3 Tahun 2020 memberi konteks tambahan. Aturan ini mengizinkan kepemilikan asing hingga 100% pada perusahaan asuransi tertentu, termasuk Generali Indonesia yang hampir seluruh sahamnya dimiliki modal luar negeri. Dalam struktur yang sedemikian tertutup, masuknya Sinar Mas—even sebagai pemegang minoritas—adalah langkah yang tak biasa.

        Manuver ini bisa dilihat sebagai langkah “menguji perairan” sebelum terjun lebih dalam. Sinar Mas pun bisa saja sengaja menempatkan diri di lingkaran dalam untuk membangun akses strategis—baik untuk informasi, potensi sinergi distribusi, maupun peluang akuisisi jika pintu terbuka di masa depan. Faktor negosiasi harga juga mungkin berperan, mengingat Generali Group bisa saja enggan melepas porsi besar dengan valuasi yang menurut Sinar Mas terlalu tinggi.

        Langkah ini pada akhirnya meninggalkan tanda tanya besar. Bagi konglomerasi yang terbiasa menguasai panggung, kepemilikan sekecil ini seperti anomali. Apakah Sinar Mas melihat peluang strategis yang tidak kasatmata, atau justru menahan diri karena alasan yang belum diungkapkan? Di industri yang jarang menyaksikan pemain lokal masuk ke perusahaan yang hampir sepenuhnya dimiliki modal asing, keputusan membeli hanya dua persen saham Generali Indonesia bukan sekadar baris kecil di laporan keuangan—ia adalah teka-teki yang masih menunggu jawaban.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: