Suksesnya Alexander Tedja, dari Bisnis Layar Lebar hingga Jadi 'Raja Mall' Indonesia
Kredit Foto: Istimewa
Lewat berbagai properti yang dibangunnya, Alexander Tedja adalah sosok pebisnis visioner yang mengubah wajah sebuah kota. Lahir di Medan pada 22 September 1945, perjalanan bisnisnya dimulai dari bisnis layar lebar, sebelum akhirnya beralih ke gedung-gedung pencakar langit.
Pada usia 27 tahun, Alexander menapaki dunia usaha dengan mendirikan PT ISAE Film pada tahun 1972. Usahanya terus berkembang dengan lahirnya PT Menara Mitra Cinema Corp (1977) dan PT Pan Asiatic Film (1991). Perusahaan-perusahaan ini membawanya menjadi salah satu pemain penting di industri hiburan dan bioskop Indonesia pada masa itu.
Tahun 1982 menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya. Alexander mengambil keputusan berani untuk beralih ke industri properti, sebuah sektor yang saat itu diyakininya memiliki prospek jangka panjang dan stabilitas aset yang lebih menjanjikan.
Langkah awal dimulai dengan pembelian sebidang tanah di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya, yang kemudian melahirkan proyek perdananya, Tunjungan Plaza I, pada tahun 1986. Keberhasilan mall modern pertama di Surabaya ini menjadi pijakan lahirnya PT Pakuwon Jati Tbk, yang resmi berdiri pada 1989 dan langsung melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun yang sama.
Alexander Tedja tidak hanya membangun gedung, tetapi juga menghadirkan konsep baru, yaitu superblok, sebuah kawasan terintegrasi yang memadukan pusat perbelanjaan, apartemen, hotel, dan perkantoran dalam satu ekosistem. Konsep ini menciptakan sinergi antara berbagai fungsi dan menghasilkan pendapatan berulang (recurring revenue) dari sewa mall, hotel, hingga ruang kantor.
Baca Juga: Cerita Suksesnya Harry Susilo, dari Bisnis Kerupuk hingga Gurita Bisnis Sekar Group
Tunjungan Plaza berkembang pesat hingga enam tahap, dilengkapi dengan Sheraton Surabaya, Menara Mandiri, dan kondominium Regensi. Kawasan ini kemudian dikenal sebagai Tunjungan City, superblok pertama di Surabaya.
Setelah menguasai pasar Surabaya, Alexander memperluas langkahnya ke Jakarta dengan mengakuisisi 83,3% saham PT Artisan Wahyu pada 2007, pengembang Gandaria City. Tak berhenti di sana, Pakuwon juga mengembangkan Kota Kasablanka dan proyek multifungsi di TB Simatupang, serta mengambil alih Blok M Plaza.
Ekspansi berlanjut ke Yogyakarta dan Solo melalui akuisisi Hartono Mall dan Marriott Hotel, serta ke Bekasi, Semarang, hingga rencana pengembangan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Portofolio Pakuwon kini mencakup empat pilar utama, yaitu retail, residensial, perkantoran, dan perhotelan, termasuk The Westin Surabaya dan Sheraton Grand Jakarta Gandaria City.
Bahkan saat pandemi 2020 melanda, Pakuwon tetap berani membuka Pakuwon Mall 4, Pakuwon City Mall 2, serta meresmikan The Westin Surabaya. Pada 2024, Alexander menambah deretan proyek dengan meresmikan Pakuwon City Mall 3 di Surabaya dan Pakuwon Mall Bekasi. Tak heran, julukan “Raja Mall Indonesia” melekat padanya.
Melansir Forbes, pada Juli 2023 kekayaan bersih Alexander Tedja tercatat mencapai US$1,1 miliar atau setara Rp16,7 triliun. Namun lebih dari sekadar angka, warisan terbesarnya adalah visi bisnis yang konsisten dan inovatif. Sejak 2016, operasional Pakuwon dijalankan oleh manajemen profesional di bawah CEO Alexander Stefanus Ridwan Suhendra, sementara Tedja tetap memegang peran strategis sebagai Presiden Komisaris.
Selain bisnis, Alexander juga dikenal sebagai kolektor seni. Beberapa karyanya bahkan dipamerkan di Gandaria City dan Sheraton Grand Jakarta. Putrinya, Irene Tedja, kini juga duduk sebagai Komisaris, meneruskan estafet kepemimpinan keluarga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: