Masterclass Peruri Bongkar Strategi Hadapi Ancaman AI dan Kuantum
Kredit Foto: Peruri
Ancaman kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, dan fenomena deepfake menjadi sorotan utama dalam Masterclass Series hari kedua Digital Resilience Summit 2025 di Gedung Peruri, Jakarta, Kamis (11/9/2025). Ajang yang diselenggarakan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) ini menghadirkan akademisi, praktisi, pelaku startup, hingga pemerintah untuk memperkuat ketahanan digital nasional.
Direktur Digital Business Peruri, Farah Fitria Rahmayanti, menegaskan perkembangan teknologi membawa risiko yang harus diantisipasi sejak dini. “Kalau kita melihat sebenarnya ancaman AI dan kuantum itu kan terjadi setiap hari, tapi dengan perubahan teknologi kita harus ready,” kata Farah dalam sesi Masterclass Series.
Baca Juga: Pemanfaatan AI dalam Perumusan Kebijakan Berbasis Data Sangat Penting
Ia menjelaskan, masterclass dirancang untuk memperkuat pemahaman berbagai pihak dalam menghadapi risiko digital, termasuk serangan siber dan penyalahgunaan deepfake. Menurutnya, tanpa kesiapan, infrastruktur digital yang sudah dibangun dapat dengan mudah diserang.
“Dengan ini makanya kita buat masterclass untuk memastikan kita bisa mengintegrasikan cyber security, AI, dan kuantum teknologi agar data privacy tetap terjaga,” ujarnya.
Fenomena deepfake dan penipuan digital disebut Farah semakin marak, bahkan menimpa kelompok masyarakat yang sudah terdidik. Literasi digital yang masih rendah membuat banyak pihak rentan menjadi korban. “Saat ini yang paling sering kan terjadi deepfake, lalu scam digital yang tumbuh sangat cepat,” sambungnya.
Farah juga menekankan pentingnya peran regulator dalam menetapkan standar tata kelola dan etika pemanfaatan teknologi. “Regulator perlu menetapkan standar-standar bagaimana governance dan etika bisa dilaksanakan,” ucap Farah.
Baca Juga: Indosat dan Mastercard Gandeng Komdigi untuk Ciptakan 1 Juta Talenta Digital hingga 2029
Ia menyebutkan, pemerintah sudah memiliki aturan terkait penggunaan AI yang bersifat terbuka untuk publik, sehingga manfaat teknologi dapat dirasakan secara inklusif. “Jadi pemerintah juga sudah bikin peraturan tentang AI dan itu terbuka untuk semua orang. Jadi memastikan inklusifitasnya tidak eksklusif untuk semua hal,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci menghadapi percepatan transformasi digital. Sinergi antara pemerintah, swasta, akademisi, hingga startup diperlukan agar langkah membangun ketahanan digital dapat efektif. “Sekarang itu namanya digital, kata kuncinya adalah kolaborasi,” tegasnya.
Dalam sesi Masterclass Series, peserta dibekali berbagai use case yang dapat langsung diterapkan di dunia nyata. “Dengan masterclass ini kita kasih banyak use case yang bisa dibawa pulang untuk diimplementasikan,” jelas Farah.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa membangun ketahanan digital adalah tugas bersama. “Digital resilience itu penting untuk seluruh pihak, dan kita harus bersama-sama membangunnya,” kata Farah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri