Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPA: Kebijakan Pangan Indonesia Tak Sentuh Akar Masalah

        KPA: Kebijakan Pangan Indonesia Tak Sentuh Akar Masalah Kredit Foto: Uswah Hasanah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai kebijakan pangan Indonesia masih terjebak pada pola lama sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi), hingga kini di era Presiden Prabowo Subianto. 

        Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA, Benni Wijaya, menyebut masalah struktural agraria dan diskriminasi pembangunan menjadi akar persoalan yang menghambat swasembada pangan.

        “Kebijakan pangan kita selalu berulang tanpa perubahan fundamental. Masalah agraria yang menjadi alat produksi petani tidak pernah selesai, padahal itu kunci bagi kedaulatan pangan,” ujar Benni dalam diskusi Polemik Harga Beras dan Kebijakan Pangan di Tengah Krisis Iklim, Selasa (16/9/2025).

        Menurut Benni, janji swasembada pangan kembali digaungkan di era Prabowo, namun implementasinya masih menimbulkan paradoks. Program reforma agraria yang seharusnya memperluas akses lahan bagi petani justru banyak menimbulkan konflik baru. 

        “Sejak 2004, tercatat 251 konflik agraria dengan luas lebih dari 300 ribu hektare. Mayoritas menyasar lahan pertanian yang produktif,” ujarnya.

        Ia menjelaskan, banyak desa sentra pertanian berstatus tumpang tindih dengan kawasan hutan, sehingga petani kesulitan mendapat akses produksi, infrastruktur, maupun pasar. Kondisi ini membuat masyarakat desa justru terpinggirkan dari pembangunan. 

        “Masih banyak desa yang seharusnya bukan kawasan hutan, tapi diklaim negara. Akibatnya, petani kehilangan lahan dan kesempatan usaha,” kata Benni.

        KPA juga menyoroti kebijakan pasca Undang-Undang Cipta Kerja yang membuka jalan bagi alih fungsi lahan pertanian ke proyek infrastruktur dan investasi berskala besar. Menurut Benni, hal ini memperparah ketimpangan penguasaan tanah sekaligus melemahkan posisi petani kecil.

        “Masalah tanah, diskriminasi pembangunan, ketiadaan jaminan harga hasil pertanian, dan dampak UU Cipta Kerja adalah empat persoalan mendasar yang terus berulang. Tanpa penyelesaian, swasembada pangan hanya akan jadi slogan,” ujar Benni.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Uswah Hasanah
        Editor: Annisa Nurfitri

        Bagikan Artikel: