Iuran Tapera Tak Lagi Wajib, DPR: Pemerintah Harus Kreatif Cari Skema Pembiayaan
Kredit Foto: Istimewa
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya akhirnya membatalkan Undang-Undang (UU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), itu artinya iuran Tapera tidak wajib lagi.
Menanggapi hal itu Wakil Ketua Komisi V DPR Syaiful Huda, menilai pembatalan UU Tapera menjadi momentum bagi Kementerian Pemukiman dan Perumahan (PKP) untuk lebih kreatif mencari skema pembiayaan baru bagi program pembangunan tiga juta rumah.
“Kami menghormati putusan MK karena sifatnya final dan mengikat. Tetapi ini menjadi pekerjaan rumah tambahan bagi Kementerian PKP untuk lebih kreatif menyusun sumber pendanaan alternatif agar program prioritas Presiden ini tetap berjalan," kata Huda di Jakarta, Selasa (30/9).
Huda menilai, secara substansi UU Tapera lahir dari semangat mempermudah pekerja memiliki rumah. Namun MK menilai mekanisme di dalamnya mengandung unsur pemaksaan dan bertentangan dengan konstitusi.
"Kalau dari sisi substansi, bisa diperdebatkan. Tapi karena MK sudah memutus, tentu kita hormati. Yang penting semangat menghadirkan rumah layak bagi masyarakat, khususnya pekerja, tidak boleh berhenti,” jelasnya.
Huda mengingatkan bahwa kebutuhan rumah layak di Indonesia masih sangat besar. Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit pada 2023. Data Susenas bahkan menyebut backlog kepemilikan rumah berada di angka 9,9 juta rumah tangga.
Beberapa kajian lain menaksir backlog bisa menyentuh 15 juta unit jika dihitung dengan metode data tunggal nasional.
Huda menambahkan, pembangunan rumah rakyat bukan hanya upaya memenuhi backlog, tetapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Oleh karena itu program 3 juta rumah harus menjadi concern bersama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: