Kredit Foto: Istimewa
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekarno menegaskan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tidak boleh menghentikan atau menghambat operasional angkutan logistik truk sumbu 3 selama periode Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) maupun hari besar keagamaan lainnya.
Menurut Bambang, pembatasan angkutan logistik dalam waktu lama justru berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang serius.
Baca Juga: DPRK Banda Aceh Ajak Penyedia Layanan Perkuat Ketahanan Jaringan Komunikasi
“Saya sudah berkali-kali sampaikan bahwa seharusnya untuk mengatasi arus lalu lintas saat peak season, baik Nataru maupun Idul Fitri, tidak boleh menghentikan atau menghambat angkutan logistik,” ujar Bambang, Senin (22/12).
Sebagaimana diketahui, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kemenhub, Korlantas Polri dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU), pemerintah menetapkan pembatasan operasional truk sumbu 3 selama periode Nataru 2025/2026. Pembatasan tersebut berlaku total selama 11 hari, bahkan kemudian diperluas dengan penambahan hari larangan baik di jalan tol maupun non-tol.
Bambang menilai kebijakan tersebut tidak lazim jika dibandingkan dengan praktik di negara lain. Ia menyebut di negara-negara seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, China dan Malaysia, angkutan logistik tetap berjalan meski pada hari besar atau musim puncak.
“Tidak pernah ada negara yang menghentikan logistik di peak season karena dampaknya sangat besar terhadap multiplier ekonomi. Ini kebijakan yang keliru,” tegasnya.
Ia menjelaskan dampak pertama dari pelarangan truk logistik adalah terganggunya dunia industri yang harus beroperasi secara berkelanjutan. Menurutnya, kebijakan tersebut juga bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong kelancaran arus logistik demi pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, Bambang mengingatkan dampak serius terhadap aktivitas ekspor dan impor. Ia menilai terhambatnya angkutan logistik dapat memicu biaya tambahan seperti demurrage kapal, yang berujung pada protes pelaku usaha dan mencoreng reputasi Indonesia di mata internasional.
Dampak lainnya adalah meningkatnya biaya logistik yang berpotensi mendorong inflasi. Menurut Bambang, keterlambatan distribusi barang akan menyebabkan kenaikan harga di tingkat konsumen.
“Kalau pengangkutan barang dihambat, harga pasti naik. Ini akan berdampak langsung ke masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menilai pembatasan jangka panjang akan memicu penumpukan barang di pelabuhan dan pusat distribusi, yang akhirnya membuat ongkos transportasi semakin mahal dan memperlambat roda ekonomi.
Karena itu, Bambang meminta agar Kemenhub dan Kepolisian lebih cermat dalam menyusun kebijakan lalu lintas selama masa libur panjang. Menurutnya, solusi yang tepat bukan melarang, melainkan mengatur jalur dan waktu operasional agar tercipta keseimbangan antara angkutan logistik dan angkutan penumpang.
“Tugas pemerintah itu mengatur, bukan menghambat. Harus ada keseimbangan antara logistik dan angkutan penumpang,” katanya.
Ia juga menyoroti kebijakan Work From Anywhere (WFA) bagi ASN selama libur Nataru yang dinilai dapat dimanfaatkan untuk mengatur distribusi waktu perjalanan masyarakat agar tidak terjadi penumpukan.
Selain itu, Bambang mengkritik kebijakan diskon atau tarif gratis angkutan umum yang kerap diberlakukan mendekati hari puncak libur. Menurutnya, kebijakan tersebut justru memicu lonjakan penumpang secara bersamaan.
“Seharusnya insentif transportasi publik diberikan jauh hari, agar pergerakan masyarakat lebih merata dan tidak menumpuk di hari H,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar