Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peningkatan Kredit Macet Bukan Karena Properti

Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengemukakan peningkatan kredit macet di dunia perbankan pada saat ini bukan karena pelonggaran aturan yang terjadi dalam kredit sektor properti.

"Sebenarnya masalah kredit macet jangan langsung dilihat sebagai dampak jika DP (uang muka) 0 persen. Bahkan tanpa DP 0 persen pun kredit macet sudah terjadi," kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Menurut Ali, hal yang harus dilakukan oleh otoritas moneter yaitu Bank Indonesia malah sebenarnya harus memberikan pelonggaran lebih banyak untuk mengembangkan pasar properti saat ini.

Dia mencontohkan bahwa dengan membeli rumah seharga Rp200 juta dengan DP 15 persen atau sebesar Rp30 juta, maka cicilan diperkirakan sebesar Rp1,9 jutaan untuk periode kredit 15 tahun.

"Bila uang muka menjadi 0 persen, maka cicilan hanya bertambah menjadi Rp 2,27 juta per bulan. Artinya meskipun ada kenaikan namun relatif tidak terlalu memberatkan konsumen," paparnya.

Direktur Eksekutif IPW juga berpendapat bahwa konsumen apalagi untuk rumah pertama akan mati-matian mengusahakan uang untuk cicilan rumah tersebut.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengakui bahwa rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) industri perbankan meningkat yang secara gross mencapai 3,1 persen pada semester I 2016, namun bank sentral melihat posisi itu belum mengkhawatirkan.

"Kita memahami bahwa perbankan cukup memperhatikan rasio NPL-nya yang meningkat ke 3,1 persen tapi itu kan 'gross' (kotor), net-nya tidak lebih dari 1,6 persen. Jadi, kondisi NPL meningkat tapi kita tidak perlu khawatir," kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (29/7).

Agus mengingatkan perbankan bahwa di paruh kedua 2016 risiko kenaikan NPL bisa saja masih membayangi. Penyebabnya kelesuan ekonomi global diperkirakan masih mengganjal kegiatan bisnis debitur korporasi dari bank. Hal itu juga, ujarnya, menjadi salah satu fokus di forum negara negara G-20 di Tiongkok awal pekan lalu.

Merujuk pada Peraturan BI Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional, bank dinilai dalam kondisi kesulitan yang membahayakan jika NPL melebihi 5,0 persen.

Melihat semester II 2016, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad menilai industri perbankan cukup siap, salah satunya dilihat naiknya kecukupan dana risiko atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Dia mengaku optimsitis NPL semester II akan membaik karena perbankan sudah menerapkan langkah-langkah seperti restrukturisasi kredit. Selain itu faktor pemulihan ekonomi domestik juga diharapkan Muliaman bisa menopang kualitas kredit terhadap debitur korporasi.

"Kelihatannya bulan ini saja sudah ada penurunan sedikit. Mudah-mudahan bulan ini puncaknya," kata Muliaman. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: