Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dirut PP Properti: Inovasi Adalah Kunci Sukses (1/2)

Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PP Properti Tbk adalah perusahaan pendobrak di industri properti tanah air. Saat industri properti mengalami guncangan hebat, PP Properti justru mencetak keuntungan dari penjualan hunian perumahan dan apartemen.

Tercatat, pada semester pertama tahun 2016 anak perusahaan dari PT PP (Persero) Tbk ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp973,77 miliar atau naik 35 persen dibandingkan periode tahun lalu. Selain itu, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp157,21 miliar selama enam bulan pertama tahun ini.

Tim redaksi Warta Ekonomi memiliki kesempatan buat mewawancarai Direktur Utama PP Properti Taufik Hidayat guna mengetahui kunci sukses perseroan dalam meraup pendapatan dan keuntungan. Pada wawancara ini juga dikupas strategi-strategi perseroan untuk mewujudkan target perseroan untuk menjadi bagian dari lima besar pengembang properti di tanah air.

Berikut ini hasil wawancara tim redaksi Warta Ekonomi yang terdiri dari reporter Arief Hatta, reporter Cahyo Prayogo, dan fotografer Agus Aryanto, dengan Dirut PP Properti Taufik Hidayat di Kantor PP Properti, Jakarta, pada pertengahan Agustus lalu.

Bagaimana strategi mencetak keuntungan?

PP Properti fokus menggarap pasar menengah dan menengah bawah. Kalau menyebut pasar menengah dan menengah bawah itu berarti antara Rp10-20 juta per meter persegi. Nah, proyek PP Properti sebanyak 80 persen ada di pasar menengah. Sekitar 12-15 persen itu ada di pasar menengah bawah. Kemudian sisanya sekitar lima persen ada di pasar menengah atas. Jadi, kami fokus pada masyarakat menengah dan menengah bawah.

Kenapa persentase segmen menengah masih 80 persen? Karena kalau Anda lihat backlog yang besar dan permintaan yang tinggi ada di pasar menengah. Itu yang kacang goreng, yang laris. Kalau kita dominan di pasar menengah bawah sangat sulit. Selain itu, mencari lahan yang harga murah itu susah. Menengah bawah itu artinya yang harga jual di bawah Rp10 juta per meter persegi.

Fokus di pasar menengah dan menengah bawah ini yang mendorong pertumbuhan pendapatan dan penjualan kami begitu tinggi. Ketika perusahaan pengembang properti lain mengalami perlambatan, kami tetap tinggi. Kenapa? Karena kalau saya baca kompetitor itu masih pendatang baru langsung main di segmen atas. Kalau bapak cermat memperhatikan tren saat ini justru pemain besar banyak yang masuk ke segmen menengah dan menengah bawah. Beberapa kompetitor kami yang kelas atas justru main ke bawah.

Pasar menengah dan menengah bawah ini adalah pasar yang empuk dan tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi. Ketika terjadi gejolak ekonomi di dalam negeri, orang-orang kelas menengah masih berani beli rumah. Ah, sudah punya rumah satu, tapi saya butuh rumah satu lagi buat disewakan. Itu kelas menengah. Tahun 2015 pasar menengah atas sempat guncang dan belum pulih sampai tahun 2016 ini. Kecuali, program tax amnesty berhasil maka pasar menengah atas akan bergerak.

Kebutuhan properti kelas menengah tinggi?

Benar, pasar properti memang ada di kelas menengah. Coba lihat apa PP Properti punya proyek apartemen di Jakarta? Tidak ada. Proyek apartemen kami ada di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Jadi, di suburban. Satu-satunya proyek kelas menengah atas ada di Surabaya.

Apakah capaian selama tiga tahun ini?

Begitu setahun di sini saya langsung melakukan eskpansi strategis. Saya bekerja di lahan orang lain sehingga investment yang dibutuhkan kecil. Di Jababeka ada lahan pihak lain seluas 2,5 hektare bisa kami bangun empat tower di sana. Tower pertama sudah hampir habis, kita tahun ini mungkin September bisa start tower kedua. Di Sentul ada lahan satu hektare milik pihak lain kita bisa bangun tiga tower. Kemudian kita juga ada di Surabaya dan di Serpong, itu adalah proyek-proyek di samping Sentul, Jababeka, dan Depok. Sebentar lagi di Semarang juga akan launching bulan September. Itu adalah capaian residensial baru.

Di sisi komersial kita tahun lalu mengakuisisi Mall Balcony dan Hotel Swiss-Belhotel di Balikpapan. Di sisi residensial dan komersial ke depan akan terus bergulir. Mall di Balikpapan kita rebranding. Hotel sudah bagus karena hotel nomor dua paling laris di Balikpapan. Ke depan masih akan ada yang baru di Serpong, di Bandung, di Malang. Kemudian yang kelas mid-high di Semarang. Jadi, ada sekitar lima lokasi baru. Itu yang residensial. Sedangkan, untuk mall itu di Surabaya dan Jakarta. Kemudian 2019 nanti ada hotel di Lombok.

Untuk hotel kita akan membangun di lahan yang sudah kita miliki. Jadi, lahan kita ada di Bengkulu, Padang, Kendari, Lombok, dan Bali. Setelah kita kaji, Lombok paling siap karena sudah menjadi Bali kedua. Kemudian untuk mall di apartemen kita sendiri. Jadi, tiga lokasi baru tahun ini dan lima lokasi baru tahun depan. Ini yang akan kita genjot di samping tower-tower baru di lahan yang tersedia. Jadi, untuk proyek residensial lahan lama kita develop dengan produk-produk baru yang berbeda konsepnya, sedangkan kita juga mengembangkan lagi produk-produk di lahan baru. Untuk recurring income, kami memiliki mall danĀ  hotel.

Bagaimana strategi pengembangan mall?

Pertama, kita melihat tren e-commerce yang menciptakan gejala dying mall. Tren e-commerce membuat semua orang belanja produk secara online sehingga mall akan menjadi lokasi display. Adapun, transaksi pembayaran dan pembelian produk dilakukan secara online. Akibatnya, mall tidak perlu memiliki ukuran besar. Kedua, bagaimana cara untuk menarik pengunjung itu adalah dengan menciptakan lifestyle mall. Jadi, seseorang pergi ke mall itu untuk memenuhi kebutuhan kuliner daripada belanja fashion. Dengan konsep lifestyle mall, seseorang bisa meeting point, anak-anak dan keluarga bisa melakukan wisata kuliner, dan tidak ada lagi shopping mall. Ketiga, kita tonjolkan kecanggihan teknologi informasi (TI) supaya orang bisa datang. Kalau Anda lihat mall kita di Bekasi itu ada tangga dibuat supaya pengunjung lebih suka naik tangga daripada naik ekskalator. Tangganya seperti piano, ting, ting, ting.

Dari sisi lokasi, kami bangun mall di Bekasi itu karena Bekasi zaman dulu berbeda dengan Bekasi pada zaman sekarang. Dulu kota terpadat pertama di Indonesia itu adalah Jakarta, kedua Surabaya, ketiga Medan. Sekarang kota terpadat ketiga di Indonesia itu adalah Bekasi. Nah, Bekasi yang sekarang itu isinya orang-orang Jakarta yang dulu. Jadi, Bekasi kota padat dan masih hidup baik di sektor properti maupun mall.

Mall saya di Bekasi itu dikelilingi banyak rumah residensial. Orang daripada jauh-jauh ke Jakarta, ke mall yang besar-besar, lebih baik ke mall saya di Bekasi. Mall saya kecil, tapi punya konsep unik sehingga pengunjung yang datang ingin datang lagi ke mall kami. Bekasi seksi untuk properti, Bogor kalah. Tangerang kalah. Developer asing saja pada masuk Bekasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: