Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Indonesia berhasil bebas dari bencana asap pada 2016, setelah hampir dua dekade mengalami kebakaran hutan dan lahan.
"Untuk pertama kalinya, pada 2016 ini kita tidak mengalami kebakaran hutan dan lahan yang berarti, karena semua wilayah dapat dikelola secara bahu membahu, dengan penurunan titik api secara nasional sampai dengan 80-92 persen menurut metode NOAA dan Terra," kata Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Semua ini, lanjut dia, tak lepas dari berbagai upaya seperti patroli yang dilakukan setiap hari, juga penempatan helikopter yang sebanyak 23 unit, bom air sekitar 92 juta liter air, upaya hujan buatan serta langkah-langkah penegakan hukum melalui sanksi administratif, pidana, dan perdata.
"Untuk pertama kalinya pula dilakukan sanksi administratif dalam kejahatan kehutanan, kita berlakukan yaitu dengan pencabutan izin, pembekuan dan sanksi paksaan pemerintah," tegas Menteri Siti.
Namun demikian, katanya, berbagai tantangan masih ada, yaitu upaya pencegahan dengan manajemen landscape atau wilayah atau area, baik di kawasan maupun dalam lahan masyarakat serta sistem peringatan dini yang lebih sistematis.
"Saya yakin sepenuh hati, dengan kebersamaan dan keseriusan semua pihak mengambil tanggungjawabnya, serta penuh kejujuran untuk melihat kondisi yang ada, maka masalah ekologis yang sudah menahun ini pasti bisa diatasi," tambah dia.?
Penurunan Drastis Titik Api
Jumlah titik api pada 2016 dibanding 2015 (Periode 1 Januari-9 Desember) dari pantauan satelit NOAA18/19 mengalami penurunan dari 21.847 menjadi 3.844 pada 2016.
Di Riau, pada periode yang sama 2015 terdapat 1.924 titik api, sementara tahun ini turun jadi 371 titik. Sedangkan di Kalteng, dari 4.283 titik api tahun lalu, turun menjadi 257 titik api pada tahun ini.
Sementara berdasarkan satelit TERRA/AQUA (NASA), dengan periode yang sama, terlihat jumlah titik api 2016 berkurang banyak. Tahun sebelumnya tercatat 70.252 titik api, namun tahun ini menjadi 3.814 titik api.
"Penurunan yang cukup signifikan itu tidak terlepas dari upaya tiada henti tim terpadu di lapangan. Mereka bekerja tanpa mengenal hari libur bahkan sampai bermalam di lokasi untuk menjaga titik api tidak meluas. Lokasi yang sulit dijangkau melalui jalur darat, dilakukan pemadaman melalui jalur udara," terang dia.
Untuk memaksimalkan upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pemerintah provinsi juga sudah menetapkan status siaga darurat penanggulangan bencana asap akibat karhutla, seperti di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jambi dan Kalimantan Selatan.
Selain itu dilakukan patroli terpadu sebagai upaya mensinergikan para pihak dalam pencegahan Karhutla sampai pada tahap tapak (masyarakat). Patroli Terpadu melibatkan unsur Manggala Agni, Polhut, TNI, POLRI, pers, LSM dan aparat desa/tokoh masyarakat.
Pelaksanaan patroli berbasis komando bertingkat dengan operasional Posko Desa, Posko Daops, Posko tingkat Provinsi (Balai Besar/Balai KSDA/TN) dan Posko Nasional di KemenLHK.
"Kami bersyukur tahun ini bencana Karhutla bisa diatasi dan rakyat tidak merasakan derita bencana asap seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita terus menekan semaksimal mungkin jumlah titik api penyebab meluasnya dampak asap,"
Kondisi perubahan iklim, emisi terbesar berasal dari kebakaran hutan dan lahan, yang telah membongkar simpanan karbon dan melambungkannya ke atmosfer.
Maka dari sinilah, salah satu cara menahannya adalah membangun mekanisme pengendalian karhutla secara terpadu. Selain itu dibangun mekanisme pencegahan dan deteksi dini, untuk mengurangi potensi karhutla.
Diantaranya dengan membangun 18.507 bangunan manajemen air, dan membentuk 347 dari target 731 desa patroli terpadu. Selain itu juga membentuk satgas penanggulangan dan sistem pelaporan.
"Saya juga selalu membuka pintu informasi. Ponsel pribadi saya selalu hidup selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu. Laporan Karhutla saya terima juga melalui media sosial, dari berbagai elemen masyarakat dan tim terpadu di lapangan. Semuanya dibaca dan menjadi referensi obyektif untuk mengambil langkah-langkah penanganan lanjutan, serta melakukan koordinasi ke lintas sektoral, lintas kementerian terkait dan pihak-pihak terkait lainnya," ungkap Siti. ?(Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement