Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tim Cyber Crime Buru Akun Penyebar Hoax TKA China

Tim Cyber Crime Buru Akun Penyebar Hoax TKA China Kredit Foto: Ferry Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Bagian Mitra Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan polisi sudah melakukan pelacakan terkait akun yang menyebar berita bohong atau hoax soal pekerja dari China yang membanjiri Indonesia.

"Jadi, tim Cyber Crime dari Mabes Polri dan Polda Metro Jaya sudah melakukan pelacakan terkait dengan akun tersebut, tetapi tentunya kami mencari sumber penyebar dan pengunggah yang pertama siapa," kata Awi di Mabes Polri Jakarta, Senin (26/12/2016).

Menurut Awi, saat ini tim tersebut sedang bekerja karena sudah mendapat informasi dari intelijen soal penyebaran berita hoax tersebut.

"Tentunya, apabila sudah ditemukan fakta-fakta hukum sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo maka kami mengusutnya. Tim sudah bekerja 3-4 hari ini untuk menelusuri itu, tinggal kita tunggu saja hasilnya karena perlu waktu berkaitan dengan digital forensik," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo membantah jumlah pekerja asal China yang berada di Indonesia mencapai puluhan juta orang karena yang benar hanya sekitar 21 ribu orang.

"Banyak yang bersuara-bersuara Tiongkok yang masuk ke Indonesia 10 juta, 20 juta. Itu yang menghitung kapan. Hitungan kita 21 ribu, sangat kecil sekali," kata Jokowi dalam sambutannya saat Deklarasi Pemagangan Nasional di KIIC, Karawang, Jawa Barat, pada Jumat (23/12/2016).

Menurut presiden, masyarakat diharapkan tidak menyebarkan isu dengan data yang salah sehingga membuat gaduh nasional. Presiden juga menyatakan kecil kemungkinan warga China Hong Kong mau bekerja di Indonesia karena perbedaan jenjang gaji yang begitu besar antara Hong Kong dan Indonesia.

"Tidak mungkinlah tenaga kerja dari Hong Kong, Amerika, Eropa masuk karena gaji mereka lebih gede dari kita," ujar Jokowi.

Presiden menjelaskan Indonesia menargetkan untuk meningkatkan kunjungan turis dari China. "Itu untuk turis. Kalau ada yang ilegal yah tugasnya imigrasi, tugasnya Kemenaker untuk menindak. Tapi, logikanya tidak mungkin karena gajinya di sana itu dua kali, tiga kali lebih gede dari kita," kata Jokowi.

Dia menjelaskan Kementerian Luar Negeri akan mengevaluasi kebijakan bebas visa yang telah digulirkan bagi sejumlah negara. Jika terdapat penyalahgunaan bebas visa tersebut Jokowi meminta imigrasi dan polisi untuk memeriksanya.

"Namanya sudah dibuka pasti dievaluasi mana yang membahayakan, mana yang tidak produktif, mana yang harus ditutup atau mana yang harus diberikan yang baru untuk bebas visanya," kata Jokowi.

Sejalan, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kebijakan bebas visa bagi warga negara lain perlu dievaluasi menyusul maraknya isu mengenai orang asing yang bekerja secara ilegal di Indonesia.

"Jangan-jangan kita sudah bebaskan visa, tetapi wisatawannya tidak ada. Jadi perlu kita evaluasi juga," ujarnya kepada pers di Kantor Wapres di kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (23/12/2016).

Ia mengemukakan bahwa pada awalnya kebijakan bebas visa untuk sekitar 170 negara diterapkan sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara.

"Kita merasa kenapa wisatawan ini di sini baru sekitar 10 juta. Di lain pihak negara tetangga yang lebih kecil sudah di atas 20 juta. Salah satu masalahnya mereka itu banyak membebaskan visa, memudahkan visa dengan negara-negara yang kita sudah periksa. Itu yang terjadi sebenarnya," kata wapres.

Ia mengakui program bebas visa tersebut memiliki dampak, terutama penyalahgunaan untuk keperluan kerja, seperti para pekerja China di Indonesia yang dikabarkan tidak melengkapi dokumen ketenagakerjaan.

"China punya penduduk 1,4 miliar jiwa. Kalau untuk datang ke Indonesia harus ke Beijing dulu, harus ke Shanghai dan Guangdong karena di situ kita punya konsulat. Bayangkan, susahnya negeri yang begitu besar, tapi sulit kalau mau berpergian karena harus mengurus visa dulu. Karena potensinya besar, China juga termasuk bagian dari bebas visa di antara 170-an negara itu," katanya.

Namun, dia tidak percaya begitu saja dengan isu yang berembus karena gaji pekerja kasar di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan China sehingga tidak memotivasi warga negara asing untuk bekerja di Indonesia.

"Tidak mudahlah negara lain datang ke Indonesia kalau hanya bekerja kasar, bekerja biasa. Kenapa? Gaji kita di sini kalau pekerja kasar sekitar Rp2-Rp3 juta (per bulan), sedangkan di China gaji minimum saja sekitar Rp4,5 juta-Rp5 juta. Pengungsi-pengungsi dari Myanmar, Bangladesh, atau Afghanistan sebenarnya tidak mau datang ke Indonesia. Maunya ke Australia. Di Indonesia hanya terpaksa saja singgah. Jadi, tidak ada orang pekerja itu mau datang ke Indonesia karena gaji di sini murah," ujarnya.

Kalaupun ada orang asing yang bekerja di Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan wisata, maka Kalla menginstruksikan aparat penegak hukum untuk memulangkan atau mendeportasinya.

"Jadi kalau ada yang melanggar, kita pulangkan juga. Kalau orang China itu yang visa turis kita pulangkan juga, deportasi juga. Sama di Malaysia dipulangkan juga orang Indonesia. Di Saudi juga orang Indonesia yang melanggar," ujarnya.

Kalla juga melihat warga negara China yang bekerja di Indonesia lebih banyak di sektor infrastruktur, pertambangan, atau listrik yang memang butuh keahlian khusus dan tidak mudah bagi orang Indonesia untuk mengerjakannya.

"Mereka (pekerja China) langsung direkrut. Pekerja Indonesia belum menguasai bidang itu. Anda semua juga menuntut infrastruktur selesai, listrik cepat selesai. Nah, kalau melatih dulu baru bekerja maka kapan itu selesainya? Jadi, kita harus terima bersih. Hampir semua tangki, karena tidak mudah petunjuknya, maka engineering-nya orang China. Orang Bugis melihat bahasa China, bagaimana caranya bekerja," kata Wapres.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: