Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memaparkan skema gross split di hadapan pemangku kepentingan seperti pengamat, akademisi, konsultan bisnis dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S).
"Kita bahas hari ini semua sampai tuntas, agar tidak ada lagi pertanyaan yang tidak terjawab, semuanya akan saya jawab," kata Arcandra di ruang temu City Plaza, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Arcandra mengatakan forum tersebut penting karena masih banyak yang mengatakan bahwa Gross Split tidak menguntungkan. Padahal Arcandra mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada K3S yang menyatakan bahwa skema tersebut merugikan.
"Hingga saat ini tidak ada tuh surat keberatan yang masuk, terkait Gross Split, kalau belum paham ada," katanya.
Mantan Menteri ESDM tersebut meyakinkan bahwa skema bagi hasil produksi migas dengan "gross split" tidak akan merugikan negara.
Sebelumnya, ia sempat menjelaskan skema tersebut tidak akan merugikan negara lantaran kendali tetap dipegang negara, termasuk penentuan bagi hasil dari produksi bruto (gross) migas.
Ia juga memastikan besaran bagi hasil untuk pemerintah dan kontraktor telah dihitung berdasarkan kalibrasi terhadap 10 Wilayah Kerja (WK) migas yang bisa dianggap mewakili sistem PSC di Indonesia yang rata-rata sebesar 40 persen hingga 70 persen menjadi bagian pemerintah.
Besaran bagi hasil minyak yang didapat pemerintah adalah 57 persen dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sebesar 43 persen. Sedangkan bagi hasil gas untuk pemerintah 52 persen dan KKKS 48 persen.
"Ini gross lho, biaya operasi kontraktor yang tanggung. Kalau menggunakan PSC (kontrak bagi hasil cost recovery) biayanya ditanggung negara," tegasnya.
Sedangkan, dalam skema "cost recovery" (pengembalian biaya operasi migas), pemerintah memang mendapatkan bagi hasil yang lebih besar, yakni 85 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas.
Namun, pemerintah masih harus membayar biaya pengembalian operasi kepada kontraktor yang membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya.
Penerapan skema "gross split" diyakinkan Arcandra tidak akan mengganggu penerimaan negara lantaran bagi hasil dilakukan di atas di mana biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh KKKS.
"Kita baginya di atas, cost mereka yang tanggung. Mau seribu, seratus itu enggak ada hubungannya dengan APBN. Jadi kami mau production split di awal sehingga negara tidak rugi," ujarnya.
Arcandra memaparkan sejumlah manfaat penerapan skema "gross split", yakni membagi upaya dan hasil yang setara untuk mewujudkan cita-cita efisiensi bagi kedua pihak.
Risiko bisnis dalam skema baru itu pun dapat dimitigasi dengan insentif bagi hasil. Termasuk di dalamnya adalah komponen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang sempat jadi sorotan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement