Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan sebanyak 58 ribu pasukan gabungan TNI-Polri, masih disiagakan paska kerusuhan aksi 21 dan 22 Mei kemarin. Ribuan personel ini mengamankan beberapa titik di wilayah Jakarta, seperti gedung Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Mahkamah Konstitusi.
"Gabungan pasukan TNI-Polri mengamankan empat fokus titik pengamanan, yaitu Bawaslu, KPU, Istana Presiden, dan gedung DPR/MPR. Satu lagi yang diamankan, yaitu gedung MK. Untuk sentra ekonomi masih diamankan, kemudian untuk objek vital lainnya masih fokus diamankan," di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/5/2019).
Baca Juga: Polisi Amankan 2.760 Dolar dari Massa Perusuh di Depan Bawaslu
Dedi kembali menegaskan, dalam pengamanan tersebut, aparat TNI-Polri tidak menggunakan senjata api dan peluru tajam. Menurutnya, hal tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 1 tahun 2009 tentang Prosedur Penanganan Unjuk Rasa dan Perkap nomor 7 tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia.
"Langkah tersebut, sudah dilakukan dan perlu dicatat kembali bahwa dalam melakukan pengamanan aparat TNI-Polri tidak dibekali peluru tajam dan senjata api," ujarnya.
Baca Juga: Polisi Dalami Aktor Intelektual Ambulans Gerindra Berisi 'Amunisi' Rusuh
Terkait penggunaan senjata api, Dedi menjelaskan, hanya digunakan pleton anti anarkis yang penggunaannya sangat tergantung pada eskalasi ancaman dan gangguan. Hal itu pun yang menentukan Kapolda dan tanpa perintah Kapolda, pasukan anti anarkis tidak akan bergerak.
"Dalam penanganan aksi unjuk rasa ini digunakan tameng, kemudian gas air mata. Melihat eskalasi saat ini, pasukan anti anarkis ini belum diturunkan," ujarnya.
Pengerahan pasukan anti anarkis, lanjut Dedi, digunakan apabila massa mengarah kepada tindakan masif mengancam keselamatan orang lain dan petugas. Kemudian, massa melakukan pengerusakan terhadap seluruh properti fasilitas publik secara masif. "Itu baru nanti Kapolda menilai, kalau diturunkan pasukan anti anarkis baru diturunkan," ujarnya.
Terkait adanya korban meninggal dunia akibat aksi yang disebut terkena peluru tajam, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah ini menyebut hal tersebut masih didalami. Pihak Pusdokkes Polri masih menyelidiki penyebab kematian korban.
"Kan masih di autopsi. Sebagian besar di RS Polri. Hasilnya akan diumumkan. Sementara enam (korban) sesuai disampaikan Kapolri," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil