Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Lagi Pasang Bom Waktu? Bahaya Pak, Bahaya!

Jokowi Lagi Pasang Bom Waktu? Bahaya Pak, Bahaya! Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay

Sambungnya, menurut dia, dari kasus Ahok ini sepetnya rezim ini terus menggulirkan bahwa umat Islam tidak bhinneka, intoleran dan radikal. Bahkan, rezim ini sengaja mencap sebagai radikalisme pada umat Islam, dengan simbol penampilan seperti cadar, celana cingkrang.

"Pokoknya semua radikal hanya untuk orang Islam. Tidak ada radikal sekuler, radikal liberal, radikal kapitalis, radikal pakaian nyaris telanjang, radikal utang, radikal KKN, radikal Islamophobia, radikal etika, radikal nepotisme dan lain-lain yang lebih berbahaya menghancurkan NKRI. Radikal etika, apabila Jokowi memberi jabatan publik pada mantan terpidana yang kini ditengarai terindikasi korupsi di beberapa kasus (Ahok bakal jadi pimpinan BUMN). Radikal nepotisme konon kabarnya Jokowi memaksakan anaknya (Gibran Rakabuming Raka) untuk ikut Pilkada Solo," imbuhnya.

Selain itu, ia mengingat awal-awal reformasi. "Awal-awal reformasi Dr. Ilham Akbar Habibie putra Presiden BJ Habibi menjabat di perusahaan pesawat PTDI saja dicopot dengan alasan nepotisme, padahal dia satu-satunya ahli pesawat lulusan Jerman. Kini era Jokowi juga pembiaran terhadap nepotisme," sambungnya. 

Tambahnya, jika rezim Jokowi melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus penistaan agama termasuk pembiaran KKN, sama saja dia memasang bom waktu yang akan meledak dahsyat.

"Ingat, penistaan agama masuk crime index sangat serius hingga Indonesia punya UU khusus selain KUHP dan fatwa MA agar hakim memvonis optimal penista agama. Dan terhadap kasus penistaan agama harusnya aparat langsung bertindak, tidak usah nunggu laporan dari masyarakat karena itu bukam delik aduan, delik umum polisi harus langsung memproses hukum," tutupnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: