Bukan Bakar Uang, Agar Laba Unicorn Indonesia Harus Lakukan Ini
Langkah startup untuk fokus mencari laba dan meningkatkan skala harus melakukan efisiensi sekaligus mendorong kinerja keuangan. Startup perlu menghindari kasus WeWork dan belajar dari profesionalisme transisi kepemimpinan Alibaba.
Demikian diungkapkan pengamat ekonomi digital Heru Sutadi. Menurutnya, sangat wajar manajemen startup mengincar laba tahun depan. Karena itu, langkah startup unicorn Indonesia seperti Bukalapak dan Tokopedia yang mengedepankan strategi inovasi untuk menghasilkan profit sudah sangat tepat.
Baca Juga: Startup Perancis Gandeng Huawei Luncurkan Speaker Pintar
“Sekarang semua unicorn arahnya mulai memoles kinerja keuangan, termasuk efisiensi. Tujuannya jelas, akan masuk ke bursa sehingga istilah bakar duit dengan promo segala macam akan dikurangi agar tidak ada lagi pengeluaran besar-besaran dan di sisi lain pemasukan akan makin besar," ucap Heru.
Startup di Indonesia perlu belajar dari kasus WeWork yang terus-menerus membakar uang untuk promosi, sekitar US$2,8 miliar per tahun, tetapi kinerjanya tak kunjung positif. Kepada para investornya, pada kuartal III-2019, Wework mencatatkan kerugian US$1,25 miliar atau setara Rp17,5 triliun (unadjusted). Kerugian itu meningkat 150% dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencatatkan rugi US$497 juta.
Untuk diketahui, Softbank mengambil kepemilikan mayoritas WeWork sebagai bagian dari kesepakatan untuk menyuntik modal US$5 miliar ke perusahaan. Kebijakan tersebut diambil setelah WeWork urung melantai di bursa saham. Kerugian WeWork berdampak buruk bagi SoftBank. Padahal, awal bulan ini mereka telah mengumumkan rugi US$6,4 miliar. Angka tersebut merupakan kerugian terparah kuartalan yang dialami SoftBank.
Menurut Heru, dari kejadian WeWork, dia melihat Softbank akan belajar banyak untuk pengelolaan startup yang mereka danai. Dengan begitu, akan ada evaluasi dan penekanan terhadap perusahaan yang didanai agar lebih efisien dan tidak bakar-bakar uang lagi.
"Softbank juga akan mendorong unicorn yang dibiayai untuk mempercepat proses IPO," ujar Heru.
Unicorn Indonesia juga dituntut untuk meniru profesionalisme Alibaba dalam melakukan scale-up, meningkatkan efisiensi, dan menghasilkan keuntungan. Alibaba berhasil melakukan semua ini meskipun baru saja ditinggal pendirinya, Jack Ma.
Teranyar, perusahaan bervaluasi Rp2.000 triliun itu telah melakukan pencatatan perdana di bursa saham Hong Kong dan berhasil menghimpun dana sebesar US$11,3 miliar. Pada hari pertama perdagangannya, harga saham Alibaba melesat lebih dari 6%.
Alibaba juga terus menghasilkan pendapatan. Pada kuartal April-Juni 2019, pendapatan Alibaba mencapai 114,92 miliar yuan (US$16,15 miliar), atau naik 42% dari tahun sebelumnya. Ini menjadi bukti bahwa ekosistem Alibaba sudah sangat tangguh.
Apa yang diraih Alibaba, menurut Ekonom Piter Abdullah, adalah karena manajemen Alibaba memiliki visi yang sangat jelas dan kemudian juga dieksekusi dengan sangat baik. Alibaba juga tidak bergantung pada figur, tetapi pada kepemimpinan manajerial yang profesional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: