Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ahok Tetap Gak Bisa Jadi Menteri

Ahok Tetap Gak Bisa Jadi Menteri Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11/2019). Kehadiran Ahok di Kementerian BUMN untuk menerima surat keputusan (SK) menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero). | Kredit Foto: Antara/Hiro
Warta Ekonomi, Jakarta -

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti menjelaskan sejumlah syarat pengangkatan menteri sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 Pasal 22 tentang Kementerian Negara. Dia memandang, salah satu syarat yang menyulitkan langkah Basuki Tjahaja Purnama atau BTP (Ahok) untuk bisa menduduki jabatan menteri ada di Pasal 22 ayat (2) huruf F.

"Persoalannya sekarang kalau Pak Ahok mau dijadikan menteri, dia terkena pasal huruf F ini. Karena untuk tindakan itu, dia dikenakan penodaan agama. Ya kan dia lima tahun lebih ancamannya, jadi dia nggak akan bisa (jadi menteri), kena (pasal 22 huruf) F ini," kata Susi kepada Republika, Sabtu (4/7/2020).

Baca Juga: Kisah Ahok: Sakit Sekali di Tahanan Gara-Gara...

Susi menjelaskan, meskipun Ahok dalam kenyataannya hanya divonis dua tahun, yang ditekankan di dalam Pasal 22 ayat (2) huruf F tersebut yaitu tindak pidana yang ancaman hukumannya lima tahun atau lebih sehingga yang diperhatikan dalam aturan dalam pengangkatan menteri tersebut yaitu ancamannya dan bukan vonisnya.

"Dia dipidana berapa tahun pun, tapi dia yang dibaca ancamannnya. Dan kenapa dipertimbangkan ancamannya itu, karena akan melihat tindak pidana yang dilakukan adalah tindak pidana serius biasanya kalau lima tahun ke atas," ucapnya.

Selain mempertimbangkan dari segi hukum, dia berharap, agar Presiden Jokowi juga mempertimbangkan pengangkatan menteri dari segi etik. Pasalnya, publik akan mempertanyakan langkah presiden jika ternyata mengangkat menteri yang pernah tersangkut kasus pidana.

"Kalau mendudukan Pak Ahok pada jabatan menteri, akan ada reaksi-reaksi. Jadi, ada biaya politik yang harus dibayar. Orang akan mempertanyakan itu," ungkapnya.

Oleh karena itu, Susi berharap, presiden benar-benar mempertimbangkan orang dalam menujuk seseorang menjadi menteri ke depan. Dia berpandangan, jangan sampai Indonesia menjadi bangsa yang terbelah hanya gara-gara menujuk mantan narapidana menjadi menteri.

"Jadi ini yang perlu dipertimbangkan oleh seorang presiden. Memang itu adalah haknya presiden, dikatakan hak prerogatif presiden, tetapi ketika presiden mengangkat itu harus memperhitungkan segala aspek. Jadi ini bukan persoalan 'oh Indonesia nggak bisa mengangkat minoritas menjadi ini, ini bukan persoalan mayoritas dan minoritas ini, bukan persoalan itu," ungkapnya.

Untuk diketahui, di dalam Pasal 22 Ayat 2 Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dijelaskan sejumlah aturan dalam pengangkatan seorang menjadi menteri. Antara lain yaitu:

A. Warga negara Indonesia;

B. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

C. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara kemudian UUD Negara Republik Indonesia 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;

D. Sehat jasmani dan rohani;

E. Memiliki integritas dan kepribadian yang baik;

F. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: