Sama seperti ayahnya, Gibran juga bilang, masyarakat kini semakin cerdas berpolitik. Dia mengklaim, masyarakat Solo sudah memahami soal isu dinasti politik itu. Mereka tak mempermasalahkannya. Kedatangan Gibran ketika blusukan diterima warga dengan tangan terbuka.
Menurutnya, hanya segelintir orang yang selalu meributkan dinasti politik ini. "Ya kita tahu orang-orangnya siapa, dan yang diributkan itu-itu saja," ucap pria berusia 32 tahun itu.
Gibran lantas menyebutkan alasan kenapa mengincar kursi Solo I. Maklum selama ini, dirinya berkiprah di jalur usaha kuliner. Alasannya, Gibran bilang ingin bisa "menyentuh" seluruh warga Solo yang berjumlah sekitar 500 ribu.
Sementara jika tetap menjadi pengusaha kuliner, dia hanya bisa membantu karyawannya. “Dengan jadi walikota, saya bisa bantu banyak orang,” tegasnya.
Sayangnya, Gibran tak lama mengikuti diskusi itu. Di tengah acara, dia pamit. Gibran hendak melakukan tes swab. Pemeriksaan ini dilakukannya setelah Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo dinyatakan positif Covid-19. "Saya sudah ditunggu dokter ini, gitu dulu, terima kasih," tutupnya.
Untuk diketahui, Gibran bukan satu-satunya calon kepala daerah dari PDIP yang diterpa isu dinasti politik. Calon Bupati Kediri Hanindito Himawan Pramana, juga diterpa serupa. Dhito, sapaan akrabnya, adalah anak Seskab Pramono Anung.
Kemarin, Dhito juga menjadi narasumber dalam acara yang sama. "Kalau kaitannya dengan (isu) politik dinasti, saya sudah kebal. Karena dari lahir sudah terbiasa dengan hal-hal yang sifatnya seperti itu," selorohnya dalam diskusi yang sama.
Sama seperti Gibran, Dhito tak langsung mengiyakan saat diminta maju. Dia lebih dulu turun ke lapangan. Dia keluar masuk pasar-pasar, masjid-masjid, dan pesantren-pesantren, menemui masyarakat. Mendengarkan harapan dan aspirasi mereka.
Pembicara lainnya, Calon Bupati Jembrana yang diusung PDIP I Made Kembang Hartawan, juga pernah diterpa isu dinasti politik. Kembang, adalah anak dari eks Ketua DPC PDIP Jembrana, Bali.
"Itu saya alami dulu. Politisi muda bisa apa? Hanya mengandalkan popularitas orang tua," kisah Kembang yang sudah masuk ke DPRD Jembrana sejak umur 28 tahun.
Padahal, menurut dia, PDIP memang berbeda dengan partai-partai lainnya. Partai banteng moncong putih, disebut Kembang, menjalankan kaderisasi. Dan tradisi itu berjalan sampai sekarang.
"Maka saya tidak heran ketika mas Gibran diberi kepercayaan menjadi calon walkot Solo. Bukan karena anak presiden. Saya yakin bukan karena itu," tutur dia.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menjadi moderator dalam diskusi ini menjelaskan, Dhito dan Gibran punya kemampuan komunikasi politik yang baik. Ini tergambar ketika keduanya turun ke lapangan dan berdialog dengan masyarakat. Mereka sudah menjalani pendidikan politik sejak di rumah.
"Aspek motivasinya kita lihat mas Dhito dan Mas Gibran tidak semata-mata karena anak tokoh besar kemudian di rumah saja. Mereka bukan jago kandang. Mereka terjun dan menghadapi tantangan dengan senyum dan optimisme," ujar Hasto saat ditanya soal banyaknya pihak yang meragukan kemampuan Gibran dan Dhito.
Keduanya akan dimatangkan lewat Sekolah Partai. Dalam sekolah itu, setiap cakada akan diberikan materi tentang pengelolaan anggaran yang pro wong cilik, geopolitik, dan ideologi Pancasila.
Soal kemungkinan Gibran dan Dhito akan melawan kotak kosong, Hasto bilang hal itu menunjukkan legitimasi keduanya kuat. Semua partai, mengusung kedua calon ini. "Artinya kepemimpinannya diterima. Sehingga partai yang lain memberikan dukungan," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil