Kebijakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membeli rudal pertahanan canggih buatan Rusia, S-400 bikin Amerika Serikat (AS) panas. Turki pun terancam kena sanksi.
Dilansir dari Al-Arabiya, Turki menerima paket pertama rudal pertahanan S-400 Rusia, Juli 2019. Pembelian ini membuat Turki akhirnya dikeluarkan dari program kepemilikan jet tempur canggih F-35. Pilot Turki juga diminta segera pulang dari pelatihan di AS.
Baca Juga: AS Ajak Banyak Negara Musuhi China
Dikeluarkannya Turki dari program F-35 diumumkan Senin lalu. Departemen Pertahanan AS kemudian memutuskan membeli delapan pesawat F-35A Lightning II yang seharusnya menjadi jatah Turki. Tetapi Turki tidak bergeming atas sanksi itu dan terus maju dengan agendanya sendiri. Ankara bahkan mengancam akan membalas sanksi AS.
Setelah mengabaikan protes dari Washington juga sekutu NATO, AS kemudian menjatuhkan sanksi kepada Turki Oktober lalu karena operasi militernya pada kelompok Kurdi di Suriah Utara. Presiden AS Donald Trump kemudian melanjutkan dengan memberi sanksi kebijakan tarif, dan sanksi kepada pejabat kementerian luar negeri, kementerian pertahanan dan menteri dalam negeri Turki.
Namun Turki tetap berjalan dengan kemauannya sendiri. Saat ini Turki malah ikut mengambil bagian dalam operasi militer di wilayah Suriah, Irak, dan Libya. Hal itu dinilai akan mengganggu kestabilan hubungan mereka dengan Uni Eropa, termasuk upaya eksplorasi di perairan Yunani dan Siprus untuk memanfaatkan cadangan gas alam.
Berdasarkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) 2017, AS diketahui dapat menjatuhkan sanksi kepada siapapun yang melakukan transaksi militer "signifikan" dengan musuh AS, termasuk Rusia. Atas pembelian rudal S-400 dari Rusia, sejumlah anggota Kongres Amerika minggu lalu tengah merancang adanya sanksi baru kepada Turki.
"Sudah waktunya bagi AS untuk membuatnya sangat jelas bahwa tindakan (Turki) tidak akan ditoleransi dan akan mendapat konsekuensi serius," kata Adam Kinzinger, salah satu anggota kongres.
RUU sanksi baru itu diajukan oleh Kinzinger bersama oleh seorang anggota kongres Demokrat dan Republik lainnya. "Undang-undang yang kita miliki memungkinkan hal itu dan memasukkan tindakan Turki sebagai pelanggaran yang dapat dikenai sanksi secara eksplisit," tambah Kinzinger.
Anggota kongres Abigail Spangberger menyebutkan bahwa tindakan Turki baru-baru ini tidak sesuai dengan kebijakan keamanan Amerika dan kepentingan sekutu NATO lainnya.
Baca Juga: Turki Siap Tingkatkan Pengerahan Pasukan di Libya
Selain AS, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga meminta Uni Eropa memberikan sanksi terhadap Ankara atas dugaan "pelanggaran" perairan Yunani dan Siprus. Ia juga menyarankan agar Uni Eropa mengambil tindakan atas krisis di Libya.
"Sanksi ini perlu diberikan agar gencatan senjata dapat dicapai dalam krisis Libya," ujar Macron.
Sementara itu, otoritas Turki bulan lalu menjatuhkan hukuman atas seorang karyawan konsulat AS dengan tuduhan telah membantu pengkhotbah Turki yang berbasis di AS, Fethullah Gulen. Metin Topuz, seorang penerjemah dan asisten Badan Penegakan Narkoba AS, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.
Langkah itu dikecam oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo karena disebutnya akan merusak hubungan bilateral.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: