Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pilpres AS Sampai Puncaknya, Biden Tinggal Pengukuhan, Trump Masih Ogah Nyerah

Pilpres AS Sampai Puncaknya, Biden Tinggal Pengukuhan, Trump Masih Ogah Nyerah Kredit Foto: Antara/REUTERS/Carlos Barria
Warta Ekonomi, Washington -

Proses njelimet Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) akan mendekati akhir. Anggota Electoral College akan berkumpul di Negara Bagian masing-masing Senin (14/12/2020) waktu setempat, untuk meresmikan pemenang Pemilihan Umum Presiden AS.

Para elector (Anggota Electoral College) itu akan menggelar voting, yang kemudian hasilnya akan dikirimkan ke kongres AS untuk dihitung pada 6 Januari 2020.

Baca Juga: Lewat Electoral College, Joe Biden Resmi Menangi Pilpres AS 2020

Sebelumnya, seluruh 50 Negara Bagian As dan District of Columbia telah mengesahkan hasil Pilpres, bahwa Joe Biden dari Partai Demokrat unggul dengan 81,3 juta suara atau sebanyak 51,3 persen suara. Sementara Donald Trump dari Partai Republik mendapatkan 74,2 juta suara atau sekitar 46,8 persen.

Namun, Pemilu AS tidak ditentukan oleh jumlah suara yang diperoleh secara keseluruhan tersebut. Melainkan, dari kandidat yang berhasil mendapat minimal 270 suara anggota Electoral College yang jumlahnya 538 dari seluruh Negara Bagian. sebagaimana diketahui, dari hasil Pilpres 3 November, Biden diproyeksikan memenangkan 306 electoral votes. Sedangkan Trump meraup 232 electoral votes.

Sebagian besar anggota Electoral College tidak dikenal publik. Mereka ditetapkan partai masingmasih yang dinilai akan memilih sesuai dengan pilihan rakyat di setiap negara bagian ketika Pilpres 3 November itu. Mereka bisa saja pejabat atau aktivis politik lokal, tokoh masyarakat sipil, atau teman calon presiden.

Namun tetap saja ada anggota Electoral College yang nakal. Mereka memilih berbeda dari hasil kemenangan di Negara Bagian. seperti pada 2016. ketika itu, Electoral College bertemu, dan 306 dari mereka berjanji memilih Trump dan 232 lainnya memilih Hillary Clinton, sesuai hasil Pilpres saat itu. Namun pada akhir proses, Trump mendapatkan 304 suara elektoral dan Clinton 227.

Tujuh elector -dari Hawaii, Texas dan Washington state- bertindak “nakal” dan memilih seseorang selain kandidat yang mereka janjikan untuk dukung. situasi serupa tampaknya tidak terjadi tahun ini. sebab, Mahkamah Agung memutuskan awal tahun ini, Negara Bagian dapat menghukum atau mencopot elector yang mengubah suara mereka.

Sebanyak 32 negara bagian dan District of Columbia memiliki Undang-Undang yang mewajibkan para elector untuk memilih calon yang mereka janjikan meskipun di Negara Bagian itu tidak ada uu yang dapat menghentikan pemilih untuk mengubah suara mereka.

Di luar keputusan itu, kampanye Biden dan Trump telah bekerja untuk menempatkan pendukung partai sebagai elector yang cenderung tidak melanggar janji.

Van Johnson, Walikota Savannah dan salah satu dari 16 pemilih Demokrat Georgia, mengatakan, bahwa dia berharap tidak ada pembelotan dari delegasi Negara Bagiannya. “Ketika Anda melihat individu yang mewakili Georgia, Anda melihat seorang kader Demokrat yang membedakan diri mereka sendiri di seluruh negara bagian,” katanya dalam sebuah wawancara.

“Mereka memahami betapa kerasnya kami bekerja untuk mencapai titik ini dan mereka memahami gravitasi saat itu,” lanjut Johnson.

Tetapi Julian Zelizer, seorang Profesor sejarah Politik di universitas Princeton, mengatakan, selalu ada kemungkinan bahwa beberapa pemilih akan melanggar janji mereka. Tapi suara mereka diperkirakan tidak akan cukup membalikkan hasil Pilpres.

Namun demikian, Trump yang masih menjadi penghuni resmi Gedung Putih hingga 20 Januari, terus membuat pernyataan tak berdasar. “Pemungutan suara November adalah pemilihan paling korup dalam sejarah As,” cuitannya di Twitter.

Sayangnya, tim kampanye Trump tidak pernah berhasil membuktikan tuduhan penyimpangan pemilu. sebagai pukulan terakhir bagi tim kampanye Trump adalah ketika para Hakim di Mahkamah Agung yang ditunjuk Trump juga tidak mendukungnya untuk menga nulir kemenangan Biden.

Tiga hakim Republikan yang ditunjuk Presiden As Donald Trump, yakni Amy Coney Barrett, Neil Gorsuch, dan Brett kavanaugh, ikut menandatangani perintah penga dilan yang membatalkan gugatan dari Texas atas hasil pemilu.

Akhir pekan ini, ketika ditanya di Fox News apakah Trump akan meng hadiri pelantikan Biden pada 20 Januari? “Saya tidak ingin membicarakannya,” cetus Trump.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: