Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Segunung Harapan untuk Lembaga Pengelola Investasi dan Potensi Masalahnya

Segunung Harapan untuk Lembaga Pengelola Investasi dan Potensi Masalahnya Sri Mulyani Idrawati, Menteri Keuangan | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) resmi terbentuk seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun2020 yang merupakan aturan turunan dari Undang-undang 11/2020 tentang Cipta Kerja. PP tersebut diteken Presiden pada 14 Desember 2020 dan diundangkan sehari setelahnya.

LPI adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (suigeneris) dalam rangka pengelolaan investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. LPI bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.

Terkait itu,Tim Serap Aspirasi (TSA) UU Cipta Kerja telah menggelar Focused Group Discussion (FGD) bekerja sama dengan Queen Mary University of London (QMUL) Centre of Commercial Law Studies (CCLS) Indonesia Chapter untukmembahas PP74/2020.

Baca Juga: Bangkitkan Ekonomi Kreatif, Jaringan Wirausaha Depok Siap Kolaborasi dengan Sandi

Adityo Kusumo, narasumber dari Kementerian BUMN, menyatakan PP tentang LPI ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang kemudian akan menjadi katalis untuk terbukanya lapangan pekerjaan.

"Setiap kenaikan investasi sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3%. Selanjutnya, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3% berdampak pada penciptaan lapangan kerja untuk sekitar 75 ribu tenaga kerja," jelasnya.

Dia menyebutkan, LPI di Indonesia dibentuk sesuai dengan desain untuk negara berkembang. Sehingga berbeda dengan Sovereign Wealth Fund yang mengelola surplus seperti di negara-negara maju.

Bintang Hidayanto, seorang praktisi hukum, menyebutkan beberapa permasalahan yang diprediksi akan muncul dalam pelaksanaan LPI. Masalah itu antara lain kewajiban LPI menjadi pemegang saham terbesar, skemaco-investment dalam bentuk ekuitas dan utang, dan risiko LPI apabila bertindak sebagai debitur. Untuk itu, meskipun PP sudah diketok, pelaksanaannya perlu untuk terus dikawal bersama agar tujuan dibentuknya LPI dapat tercapai.

Bhima Yudhistira dari Institute for Development of Economics and Finance(Indef) menyampaikan bahwa penting untuk menentukan misi dari LPI karena adanya berbagai tantangan dalam investasi dalam masa pandemi ini.

Bhima menandaskan resesi 2020-2021 ini berbeda dengan krisis ekonomi di 2008 dan 1998 karena banyak negara-negara yang memiliki dana memfokuskan pengeluaran untuk keperluan medis dan pengadaan vaksin. "Sehingga perebutan dana di pasar semakin brutal."

Modal LPI sendiri bersumber dari penyertaan modal negara dan/atau sumber lainnya. Besaran modal LPI ditentukan sebesar Rp75 triliun. Namun, dana minimal yang digunakan sebagai penyetoran modal awal senilai Rp15 triliun. Pemenuhan modal pascasetoran awal dilakukan secara bertahap sampai tahun 2021.

Wewenang LPI diatur di Pasal 7 PP 74/2020, yakni melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan, menjalankan kegiatan pengelolaan aset, melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian (trust fund), menentukan calon mitra investasi, memberikan dan menerima pinjaman, dan/atau menata usahakan aset.

Secara organisasi, LPI terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan Direktur. Dewan Pengawas dijabat oleh Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota, Menteri BUMN sebagai anggota, dan tiga orang unsur profesional sebagai anggota.

Sementara Dewan Direktur berjumlah lima orang yang seluruhnya berasal dari unsur profesional. Anggota Dewan Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas.

Masuk 133 Aspirasi

Tim Serap Aspirasi (TSA) Undang-Undang Cipta Kerja intensif menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat sebagai bahan rekomendasi penyusunan peraturan turunan dan pelaksanaan Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja.

TSA sudah menerima total 133 aspirasi tercatat hingga akhir Rabu, 23 Desember 2020. Aspirasi berasal dari perseorangan, ormas, lembaga swadaya masyarakat, juga kalangan bisnis.

Aspirasi disampaikan melalui berbagai kanal yang disediakan, dengan rincian sebagai berikut;

  • 32 masukan melalui website https://uu-ciptakerja.go.id
  • 14 masukan melalui email [email protected]
  • 51 masukan melalui Form Online bit.ly/tsakirimaspirasi
  • 36 masukan melalui surat dan personal ke anggota TSA

Baca Juga: Sandi Digeruduk Pendukung: Banyak yang Hilang Nyawa, Dana, dan Masuk Penjara Ini Apaan?

Wakil Juru Bicara TSA Dyah Paramita mengatakan pihaknya masih akan terus menerima masukan dari masyarakat sampai dengan awal Januari 2021. Peraturan turunan dari UU Cipta Kerja diamanatkan untuk dapat selesai dalam waktu tiga bulan sejak diundangkannya UU Cipta Kerja.

"Seluruh peraturan turunan harus sudah selesai di akhir Januari 2021 sehingga dapat difinalisasi sebelum 1 Februari 2021," jelasnya.

Untuk itu, TSA sudah menyiapkan tiga jalur penyampaian aspirasi yang dapat digunakan oleh masyarakat luas dalam menyampaikan aspirasinya:

Pertama, aspirasi bisa melalui online form yang dapat diakses di bit.ly/tsakirimaspirasi. Kedua, aspirasi bisa via email ke [email protected]. Ketiga, aspirasi bisa disampaikan dengan mengirimkan surat yang bisa dikirim atau diantar langsung ke kantor Sekretariat TSA di Gedung Kantor Pos Besar Lantai 6, Jl. Lapangan Banteng Utara No. 1, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

UU Cipta Kerja telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 dan disahkan oleh Presiden pada 2 November 2020. Peraturan turunan yang tengah disusun mencakup 40 Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: