Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Maklumat Kapolri Soal FPI, Pakar: Tak Langgar Kebebasan Berekspresi

Maklumat Kapolri Soal FPI, Pakar: Tak Langgar Kebebasan Berekspresi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Maklumat Kapolri terkait dengan pelarangan aktivitas Front Pembela Islam (FPI) menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak akan pengekangan kebebasan berekspresi. Kekhawatiran itu berkaitan dengan salah satu pasal dalam maklumat yang melarang penyebarluasan konten terkait FPI melalui website dan media sosial.

"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial," demikian tertulis pada poin 2 (d) dalam maklumat yang ditandatangani oleh Kapolri Idham Aziz pada 1 Januari 2021.

Baca Juga: Maklumat Kapolri: Masyarakat Dilarang Sebar Konten FPI!

Namun, pakar Hukum Pidana, Indriyanto Seno Adji menepis kekhawatiran tersebut. Menurutnya, selama tidak mengandung berita bohong, berpontensi mengganggu keamanan dan ketertiban umum, atau provokatif, penyebaran konten dapat dibenarkan.

"Penyebaran konten yang substansinya tidak mengandung berita bohong (hoaks) yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum dapat dibenarkan. Kebebasan Berpendapat tetap mendapat jaminan konstitusionalitas," jelas dosen jebolan Universitas Indonesia itu saat dihubungi Okezone, Jumat (1/1/2021).

Meski begitu, dia mengingatkan bahwa kebebasan tidak ada yang absolut, dan jika digunakan konten yang disebarluaskan dapat mengadu domba, perpecahan dan SARA, maka negara wajib hadir untuk melakukan pencegahan dan penindakan.

"Jadi Maklumat ini selain mengandung precautionary measures (tindakan pencegahan) juga penindakan bagi pelanggaran SKB Negara tersebut (tentang pembubaran FPI)," tambahnya.

Lebih lanjut, Indriyanto juga mengatakan bahwa media tidak perlu khawatir akan terjerat pelanggaran pidana terkait dengan poin larangan penyebaran konten tersebut. Disampaikannya bahwa media hanya berfungsi sebagai mediator yang benar dan berimbang sehingga tidak menjadi subjek dari hukum pidana.

"Ini implementatif bila ada pelanggaran norma hukum tersebut. Berita bohong atau tidak bohong, tidak diartikan media yang melakukan penyebaran menjadi subjek pidana, karena pidana sudah terjadi sebelum ada penyebaran."

"Media memberikan wadah sebagai mediator atas cover both sides yang benar dan berimbang saja kok," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: