Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai tukar petani (NTP) pada Desember 2020 sebesar 103,25 atau naik 0,37% dibanding NTP bulan sebelumnya sebesar 102,86. Nilai tukar petani diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani ini.
Intinya, makin tinggi nilai tukar petani, secara relatif makin kuat pula kemampuan atau daya beli petani. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, mengungkapkan bahwa peningkatan keuntungan itu karena kenaikan indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,82%, lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,44%.
Baca Juga: Akhir 2020, Laju Inflasi Tercatat 1,68%
"Kenaikan NTP disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal," kata Setianto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Sementara itu, dari 34 provinsi yang dihitung nilai tukar petaninya, 26 provinsi mengalami kenaikan, sedangkan delapan provinsi mengalami penurunan. Riau tercatat sebagai provinsi yang mengalami kenaikan nilai tukar petani paling tinggi sebesar 2,37%.
"Kenaikan nilai tukar petani itu ditunjang oleh kenaikan harga jual komoditas kelapa sawit sebesar 3,18%," tambahnya. Secara nasional, NTP Januari–Desember 2020 sebesar 101,65 dengan nilai It sebesar 107,46, sedangkan Ib sebesar 105,72.
Setianto mengungkapkan, pada 2020 secara nasional, perubahan indeks harga yang diterima petani sebesar 2,25%. Beberapa komoditas produksi pertanian yang memberikan andil terbesar di antaranya adalah kelapa sawit sebesar 1,60 %; karet sebesar 0,54%; dan bawang merah sebesar 0,20%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum