Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menduga badan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 hancur karena berbenturan dengan permukaan air laut karena kecepatan tinggi. Mesin pesawat diduga masih hidup sebelum jatuh membentur air.
Pakar Penerbangan Andi Alisjahbana menyampaikan analisisnya menyangkut dugaan pesawat tersebut jatuh meski mesin dalam kondisi menyala. Ia menyoroti beberapa faktor dugaan Sriwijaya Air yang bisa turun menukik tajam sebelum jatuh ke Perairan Kepulauan Seribu.
Baca Juga: Innalillahi, Tim Kopaska Temukan Mayat Nelayan saat Penyisiran Puing Sriwijaya Air
"Ya, mesin betul dalam keadaan hidup. Tapi, kenapa ketinggiannya bisa berubah. Tentu ada banyak faktor. Satu adalah pesawat kan ada kemudinya. Dan, kemudianya kalau di arahkan ke mana saja, bisa ke atas, ke bawah. Kalau di arahkan ke bawah ya ke bawah. Kalau saya buat simpelnya demikian ya," kata Andi dalam acara Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA, pada Kamis, 14 Januari 2021.
Namun, ia menilai ada dugaan faktor lain yaitu kemudi pesawat yang memang sudah tak bisa dikendalikan. Hal ini yang membuat pesawat tak bisa dikemudikan.
"Memang ada juga kemungkinan bahwa pengendalian pesawat memang sudah tidak bisa diarahkan lagi sehingga dia mengarah ke arah yang tidak kita kehendaki," lanjutnya.
Meski demikian, Ali belum bisa menganalis secara gamblang lantaran belum cukup data sehingga memunculkan spekulasi. Tapi, dengan dugaan Sriwijaya Air SJ-182 seperti itu maka menurutnya mirip dengan peristiwa Adam Air yang jatuh di Perairan Majene.
Untuk diketahui, kecelakaan Adam Air tersebut terjadi pada 1 Januari 2007. Seluruh penumpang dan awak Adam Air yang berjumlah 102 orang hilang dan dianggap tewas.
"Ada saya bilang ada miripnya juga dengan kejadian ketika Adam Air yang di MajeneĀ Sulawesi. Itu juga mesinnya dalam keadaan hidup. Tapi, kan pesawatnya dengan satu masalah itu juga menukik ke bawah dengan mesin yang masih menyala," jelas Andi.
Terkait dugaan pesawat yang turun drastis ke ketinggian 250 kaki, ia juga belum mengetahui dugaan penyebabnya. Untuk kemungkinan pesawat mengalami kehilangan daya angkat, Andi menjelaskan struktur bagian sayap.
"Daya angkat pesawat ditentukan memang oleh sayapnya. Bentuk sayapnya yang memberikan daya angkat. Mesin hanya memberikan daya dorong. Lalu, ada lagi bagian ekor yang menentukan arah kemudi dari pesawat. Itu tiga hal yang berbeda," sebutnya.
Menurutnya, meski pesawat kehilangan daya angkat seharusnya masih bisa turun secara perlahan.
"Kalaupun pesawat kehilangan daya dorong, dengan adanya sayap yang bisa memberikan daya ini masih bisa melakukan gliding alias turun perlahan-lahan. Tapi, dengan kemudi itu, pesawat bisa diarahkan ke atas, ke bawah selama masih ada kecepatan," tutur Andi.
Sebelumnya, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menduga Sriwijaya Air SJ-182 hancur bukan karena ledakan di udara. Namun, melainkan diduga karena benturan dengan permukaan air lantaran kecepatan sangat tinggi.
Soerjanto mengatakan, sebelum hilang kontak, SJ-182 juga diduga sempat keluar jalur yang sudah ditentukan. Namun, belum diketahui penyebabnya. Pun, kronologi pesawat sebelum jatuh sempat terbang di ketinggian 10.900 kaki kemudian mendadak terjun hingga ketinggian 250 kaki di atas perairan Kepulauan Seribu.
Soerjanto menjelaskan, petugas pengatur lalu lintas udara atau air traffic controller (ATC) sempat berkomunikasi dengan pilot mengenai arah terbang pesawat. Tapi, sudah tak ada respons dari pilot.
"Namun, dalam hitungan detik, pesawat dilaporkan hilang kontak hingga akhirnya jatuh," ujar Soerjanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq