Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Force Majeure?

Apa Itu Force Majeure? Brown wooden gavel | Kredit Foto: Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Force majeure adalah keadaan memaksa yang terjadi di luar kemampuan manusia sehingga kerugian tidak dapat dihindari, seperti banjir dan gempa bumi. Force majeure adalah istilah dalam bahasa Prancis yang secara harfiah berarti "kekuatan yang lebih besar". 

Force majeure terkait dengan konsep tindakan Tuhan, yakni sebuah peristiwa yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pihak mana pun. Force majeure juga mencakup tindakan manusia, seperti konflik bersenjata.

Baca Juga: Apa Itu Fit and Proper Test?

Secara umum, untuk peristiwa yang merupakan keadaan luar biasa, peristiwa itu harus tidak terduga, di luar pihak-pihak kontrak, dan tidak dapat dihindari. Konsep ini didefinisikan dan diterapkan secara berbeda tergantung pada yurisdiksinya.

Konsep force majeure berasal dari hukum sipil Perancis dan merupakan standar yang diterima di banyak yurisdiksi yang memperoleh sistem hukum mereka dari Kode Napoleon. Dalam sistem hukum umum, seperti di Amerika Serikat dan Inggris Raya, klausul force majeure dapat diterima tetapi harus lebih eksplisit tentang peristiwa yang akan memicu klausul tersebut.

Secara umum, force majeure bertentangan dengan konsep "pacta sunt servanda" (perjanjian harus dijaga), sebuah konsep kunci dalam hukum sipil dan internasional dengan analog dalam common law. Tidak semestinya mudah untuk melepaskan diri dari tanggung jawab kontrak, dan membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa tidak terduga, misalnya, memang sulit dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, dunia semakin menyadari ancaman alam yang sebelumnya tidak kita sadari, seperti ancaman asteroid dan pandemi.

Kamar Dagang Internasional telah berusaha untuk mengklarifikasi arti force majeur dengan menerapkan standar "ketidakpraktisan", yang berarti bahwa itu bisa saja membebani secara tidak wajar dan mahal untuk melaksanakan persyaratan kontrak.

Peristiwa yang menimbulkan situasi ini harus di luar kedua belah pihak, tidak terduga, dan tidak dapat dihindari. Namun, bisa sangat sulit untuk membuktikan kondisi ini, dan sebagian besar pertahanan force majeure gagal di pengadilan internasional.

Di yurisdiksi mana pun, kontrak yang berisi definisi force majeur bertahan lebih baik di bawah pengawasan. Bahkan dalam sistem yang didasarkan pada hukum perdata, penerapan konsep dapat dibatasi secara ketat.

Sementara itu, dalam hukum Indonesia force majeure diatur dalam pasal 1244 KUHPerdata dan pasal 1245 KUHPerdata, sebagai berikut:

Pasal 1244

"Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya."

Pasal 1245

"Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya."

Dalam ketentuan ini, ada 5 hal yang menyebabkan debitur tidak dapat melakukan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, yakni:

  1. Terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga (tidak termasuk dalam asumsi dasar dalam pembuatan kontrak)
  2. Peristiwa yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pihak debitur
  3. Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan pihak debitur
  4. Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan para pihak yang terkait
  5. Tidak ada itikad yang buruk dari pihak debitur

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Bagikan Artikel:

Berita Terkait