MAPPI : Mengacu pada Nilai Pasar, Penilaian Harga Lahan Dilakukan Secara Objektif
Penilaian harga lahan memang berbeda antara satu daerah dan daerah lain. Bisa lebih tinggi, tetapi bisa juga lebih rendah. Termasuk harga lahan yang akan dibebaskan Pertamina maupun BUMN dan institusi Pemerintah untuk beberapa proyek strategis nasional, tentu tak bisa disamakan. “Kondisional, tidak bisa disamakan. Penilaian harga lahan bisa lebih rendah atau lebih tinggi. Tetapi, penilaian tentu dilakukan secara objektif dan mengacu pada nilai pasar,” ujar Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (KSPI MAPPI), Hamid Yusuf, kepada media, Rabu (24/2).
Menurut Hamid, sangat lazim ketika warga memiliki ekspektasi bahwa lahan yang dimiliki akan dinilai tinggi. Tetapi masyarakat juga harus mengetahui, bahwa dalam melakukan penilaian harga, Penilai Pertanahan sudah memiliki standar. “Dengan demikian, penilaian harga lahan selalu dilakukan dengan objektif,” tutur Hamid. Dalam melakukan penilaian, lamjut Hamid, pihak Penilai Pertanahan mengacu pada dua komponen, yaitu fisik dan non fisik. Fisik bisa meliputi tanah, bangunan, tanaman, dan sebagainya. Sedangkan dalam penilaian non fisik, juga diperhitungkan faktor solatium, yaitu hubungan emosional dengan rumah yang akan dibebaskan.
Misalnya saja, Hamid mencontohkan, rumah yang akan dibebaskan memiliki sejarah karena sudah menghuni selama 30 tahun, maka tentu ada perhitungan kerugian emosionalnya. Begitu pula jika punya warung atau kegiatan usaha, maka akan juga masuk menjadi faktor penilaian. “Jadi, semua ada hitungannya. Termasuk kompensasi biaya pindah,” papar Hamid. Di sisi lain, Hamid juga menegaskan bahwa pemilik proyek sebagai pembeli lahan, seperti Pertamina, sama sekali tidak terlibat dalam proses penilaian terhadap lahan yang akan dibebaskan untuk proyek strategis nasional. Karena sesuai konsiderasi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, penilaian lahan dengan skala besar yaitu di atas lima hektare, dilakukan Penilai Pertanahan. “Jadi yang menilai harga lahan adalah Penilai Pertanahan yang berada dalam wadah Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Bukan Pertamina,” papar Hamid.
Dalam hal ini, Hamid juga menyatakan bahwa Pertamina ‘hanya’ bertindak sebagai pemberi tugas. Sedangkan hasil penilaian, akan dilaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan sebagai pengguna jasa Penilai. Izin Penilai Pertanahan, menurut Hamid, dikeluarkan Kementerian Keuangan dan mendapat lisesnsi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Dengan demikian, selain Penilai Pertanahan, memang tidak ada pihak lain sebagai penilai harga lahan untuk kepentingan umum,” tegas Hamid. Sebelumnya, para pemilik lahan di Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu memang minta ganti rugi kepada Pertamina agar tidak jauh dengan masyarakat di Tuban, Jawa Timur. Mereka berharap, Pertamina bisa menaikkan harga lahan mereka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma
Tag Terkait: