AS Dorong Afghanistan Bentuk Pemerintahan Sementara, Apa Kabar Nasib Taliban?
Sebuah rencana perdamaian yang dirancang Amerika Serikat untuk Afghanistan menyerukan pemerintah saat ini diganti dengan pemerintahan sementara sampai konstitusi baru disepakati dan pemilihan umum diadakan, seraya sebuah komisi bersama memantau gencatan senjata.
Rancangan rencana perdamaian itu dilihat Reuters dikutip Antara pada Senin (8/3/2021).
Baca Juga: Utusan AS Temui Para Petinggi Taliban di Qatar, Apa Pembahasan Utamanya?
Namun, pihak-pihak yang bertikai telah lama menaruh keberatan yang mendalam terhadap ide-ide kunci dalam usulan itu.
Utusan khusus AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad, membagikan proposal "Pemerintahan Perdamaian Transisi" itu minggu lalu kepada Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, pemimpin oposisi dan masyarakat sipil, dan perunding Taliban.
Di bawah pemerintahan sementara, parlemen nasional dapat diperluas untuk memasukkan anggota Taliban atau ditangguhkan sampai setelah pemilihan, rencana itu mengusulkan.
Proposal itu juga menyebutkan bahwa Afghanistan "tidak dapat menampung teroris atau mengizinkan aktivitas terkait teroris di wilayahnya" yang mengancam negara-negara lain, dan bahwa Taliban harus meninggalkan tempat berlindung dan hubungan militer "di negara-negara tetangga."
Empat sumber politik di Kabul yang berbicara tanpa menyebut nama, termasuk seorang pejabat senior istana kepresidenan, membenarkan keaslian salinan rancangan rencana yang dilihat oleh Reuters itu. Rencana tersebut telah dilaporkan oleh TOLO News dan saluran (media) Afghanistan lain.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan kepada wartawan pada Senin: "Setiap gagasan yang kami ajukan, setiap proposal yang ada di luar sana ... kami pahami bahwa proses ini, pada intinya, harus dipimpin Afghanistan dan dimiliki Afghanistan."
Pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden ingin menghidupkan kembali pembicaraan damai yang macet sebelum 1 Mei, ketika 2.500 tentara AS terakhir harus meninggalkan Afghanistan berdasarkan kesepakatan Februari 2020 antara Taliban dan pemerintahan Trump.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pekan lalu mengusulkan dalam sebuah surat kepada para pemimpin Afghanistan bahwa Turki mengadakan pertemuan tingkat pejabat tinggi "dalam beberapa minggu mendatang untuk menyelesaikan perjanjian perdamaian."
Pemerintahan Sementara
Presiden Ghani menolak lengser untuk pemerintahan transisi. Pejabat senior istana kepresidenan di Kabul menggemakan penolakan itu pada Senin: "Kami tidak akan pernah menerima pembentukan (pemerintahan) sementara melalui konferensi atau kesepakatan politik."
Taliban menolak gencatan senjata dan pemilihan umum. Tapi, seorang pemimpin Taliban mengatakan kepada Reuters bahwa meskipun para pemberontak tidak akan bergabung dengan pemerintahan sementara, mereka tidak menentang pembentukan pemerintahan itu.
Rancangan AS itu menyerukan pembentukan pemerintahan transisi, termasuk "administrasi eksekutif" yang dipilih oleh kedua pihak, "dengan pertimbangan khusus untuk pelibatan yang bermakna dari kalangan wanita dan anggota semua kelompok etnis."
Pemerintahan sementara “di bawah presiden yang dipilih oleh kedua belah pihak“ akan menjalankan negara sampai pemilu dapat diadakan di bawah konstitusi yang dirancang oleh sebuah komisi, yang dipilih oleh kedua belah pihak dan presiden.
Gencatan senjata nasional akan dipantau oleh komisi gabungan, dengan masing-masing pihak memilih empat anggota dan yang kesembilan ditentukan oleh presiden sementara. Tiga pengamat internasional akan bekerja dengan komisi tersebut, menurut rancangan tersebut.
Laurel Miller, mantan penjabat perwakilan khusus AS untuk Afghanistan dan Pakistan, mengatakan aspek yang paling "diperdebatkan" dari rencana AS itu adalah bagaimana kekuasaan akan dibagi dalam pemerintahan transisi itu.
Miller, yang sekarang bekerja dengan International Crisis Group, sebuah organisasi resolusi konflik, menambahkan bahwa para pemimpin Taliban "bahkan belum mengungkapkan posisi awal mereka dalam substansi apa pun, apalagi memikirkan hal seperti ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: