Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ada Wacana Sidang 'Online', Jaksa Agung Minta Dikaji Ulang

Ada Wacana Sidang 'Online', Jaksa Agung Minta Dikaji Ulang Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jaksa Agung RI Burhanuddin Sanitiar dalam pembukaan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Tindak Pidana Umum secara virtual dari Gedung Kejaksaan Agung RI Jakarta Selatan, Rabu, menyebutkan pelaksanaan sidang secara daring (online, red) perlu dikaji efektivitasnya.

Pelaksaanaan sidang daring menjadi isu aktual yang disinggung oleh Jaksa Agung dalam Rakernis Bidang Tindan Pidana Umum yang dihadiri secara virtual oleh seluruh jajarannya.

Menurut Burhanuddin, kaji ulang ini untuk mengetahui apakah sidang daring ke depan hanya diberlakukan dalam keadaan darurat seperti saat ini atau sidang daring dapat menggantikan sidang konvensional secara permanen atau sidang daring tetap diberlakukan berjalan berdampingan dengan sidang konvensional sebagai pilihan proses penyelesaian perkara di pengadilan.

"Perlu dikaji lebih lanjut sejauh mana sidang 'online' ini dapat dipertahankan sebagai instrumen proses penyelesaian perkara di pengadilan," tutur Burhanuddin, dikutip dari keterangan pers Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI.

Pelaksanaan sidang secara virtual (online) diatur berdasarkan Peraturan Mahmakah Agung RI Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik yang diundangkan pada 29 September 2020.

Pelaksaan persidangan melalui telekonferensi guna melindungi tersangka/terdakwa dari ancaman penyebaran COVID-19, Mahkamah Agung melakukan perjanjian kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM pada April 2020.

Setelah adanya perjanjian tersebut, pengadilan, kejaksaan dan rumah tahanan beradaptasi dengan menggelar sidang daring untuk terdakwa yang masa penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi.

Namun, sidang secara elektronik untuk perkara pidana menemui kendala yuridiksi dikarenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur hal tersebut.

Di satu sisi, dari sisi internal kejaksaan, digitalisasi diperlukan untuk setiap regulasi, surat edaran, atau petunjuk teknis penanganan perkara pidana umum guna mempermudah penyebarluasan informasi produk-produk hukum dan kebijakan terbaru ke seluruh Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: