Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Cultural Imperialism Theory?

Apa Itu Cultural Imperialism Theory? Kredit Foto: Reuters/Mike Blake
Warta Ekonomi, Jakarta -

Cultural imperialism sangat relevan di dunia kontemporer sehingga menurut banyak sejarawan dan ilmuwan politik, kita dapat melihat peralihan dari ideologi liberal ke imperialisme. Giliran ini dibuat lebih menarik oleh fakta bahwa sepanjang abad ke-20, kerajaan klasik (seperti Kekaisaran Rusia, Kekaisaran Ottoman, dan kerajaan lainnya di Eropa) satu persatu mulai runtuh. Pada awal abad XXI, para peneliti makin sering menyoroti munculnya kerajaan-kerajaan baru.

Kerajaan klasik dan kerajaan baru memiliki perbedaan cara dalam mendominasi atas wilayah. Di sini kita menggunakan konsep 'imperialisme' dalam definisi yang paling luas berdasarkan makna etimologisnya. 'Imperialisme' (imperium) dalam bahasa Latin berarti kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan militer yang lebih tinggi dan wilayah yang dikendalikan oleh kekuatannya. Oleh karena itu, kata 'imperialisme' dapat digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk di mana satu negara mendominasi negara lain.

Baca Juga: Apa Itu Produk Nasional Neto?

Kerajaan-kerajaan baru membangun politiknya berdasarkan jenis kekuasaan yang berbeda (soft power) dan karenanya, imperialisme itu sendiri akan berubah, muncul dan berkembang sebagai imperialisme budaya atau cultural imperialism. Penting untuk ditekankan bahwa imperialisme modern tidak ditentukan oleh batas-batas kerajaan konvensional, tetapi oleh hubungan antara negara-negara yang bersaing untuk mendominasi dalam skala global (disebut sebagai imperialisme eksternal), atau di dalam suatu negara (disebut sebagai imperialisme internal) yang mengembangkan hubungan dominasi kekaisaran antara ibukotanya dan provinsi (hubungan 'pusat-pinggiran').

Mengenal Cultural Imperialism Theory

Di antara semua jenis imperialisme kontemporer yang diidentifikasi oleh H.Münkler, salah satu yang paling penting untuk diketahui adalah imperialisme budaya. Dalam arti yang paling luas, imperialisme budaya merupakan dominasi dan kekuasaan yang dipegang oleh satu negara atas negara lain melalui pengaruh kultur budaya.

Gagasan imperialisme budaya diperkenalkan pada tahun 1970-an. Istilah ini secara konseptual didefinisikan dalam Budaya dan Imperialisme (1993) oleh Edward Said, yang menguraikan pendekatan teoritis yang kemudian digunakan untuk menganalisis imperialisme dan manifestasi budayanya. Said menggambarkan imperialisme budaya sebagai dua proses yang saling berkaitan, yaitu dominasi budaya dan ekspansi budaya suatu negara ke dalam budaya dan perkembangan budaya negara lain.

Dia mendefinisikan 'imperialisme budaya' sebagai berbagai penindasan budaya yang digunakan oleh budaya dominan untuk menekan dan menundukkan semua manifestasi budaya yang tertindas: dari budaya tinggi ke tradisi rakyat, dari fenomena pribadi hingga sosial, dari sistem nilai hingga preferensi konsumen, dari simbol dan ritual untuk meniru budaya populernya. Ini adalah budaya secara keseluruhan yang menciptakan perasaan dan pikiran imperialis sehingga melahirkan imajinasi tentang kekaisaran itu sendiri.

Peran Amerika Serikat dalam Dominasi Budaya Global

Berbicara tentang imperialisme budaya modern, banyak peneliti menganggap dominasi budaya Amerika secara global dan menyebut Amerika Serikat sebagai 'kekaisaran baru' atau 'kerajaan jenis baru'. Maksudnya, penyebaran budaya AS secara global menunjukkan kepada kita relevansi pendekatan budaya-filosofis dengan imperium dan imperialisme. Kebijakan budaya massa global Amerika menunjukkan bahwa negara yang dominan harus menjadi pemimpin di semua bidang, termasuk seni, pendidikan, sains, teknologi, olahraga, dan lainnya.

Seperti yang bisa kita lihat, budaya populer Amerika telah menyebar hampir di mana-mana berkat Hollywood, penerbit musik dan buku, saluran TV, serta kemajuan teknologi (smartphone Apple dan perangkat lunak Microsoft), merek pakaian populer, sumber daya media, tim olahraga nasional AS yang memenangkan berbagai kompetisi, dan sejumlah besar terobosan ilmiah besar yang dibuat di beberapa universitas ternama Amerika Utara. Semua ini menjadikan Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang dominan secara global dan inilah yang disiratkan oleh banyak peneliti ketika mereka menyebut Amerika Serikat sebagai kekuatan hegemonik, atau sebuah kerajaan.

Konklusi

Berdasarkan interpretasi teoretis tentang 'imperialisme budaya' tadi, kita dapat menyimpulkan bahwa inti konseptual dari istilah ini dapat digambarkan sebagai berikut: imperialisme budaya merupakan penaklukan sistem budaya baik secara keseluruhan maupun komponennya (seperti geografi, kebijakan budaya negara, epistemologi visual, komunikasi) kepada kekuatan kekaisaran, serta transmisi global kekuatan ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: