Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Transfer Fiskal Berbasis Ekologi Dukung Budidaya Kakao Papua

Warta Ekonomi, Jakarta -

Transfer fiskal berbasis ekologi merupakan salah satu inisiatif untuk memperkuat implementasi pembangunan rendah karbon di Indonesia.

Adapun transfer fiskal tersebut terdiri dari tiga skema yakni Transfer Anggaran Nasional Berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE), dan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).

Kabupaten Jayapura, Papua merupakan daerah pertama yang berhasil menerapkan TAKE. Transfer anggaran ini berhasil merevitalisasi penanaman kakao yang dijalankan oleh badan usaha milik kampung, salah satunya di Kampung Imsar.

Menurut Kepala Kampung Imsar Kabupaten Jayapura, Oskar Giay mengungkapkan usaha penanaman kakao sudah ada sejak tahun 1950. Namun pada 2010 usaha tersebut ditinggalkan oleh warga karena adanya hama yang membuat perkebunan kakao menjadi terbengkalai.

“Tahun 2018 kakao mulai ditanam lagi melalui revitalisasi dari dinas perkebunan tanaman pangan Kabupaten Jayapura. Pemerintah kampung mendampingi kerja-kerja petani kakao memberi dukungan dalam bentuk dana sesuai petunjuk dari tingkat kabupaten agar masyarakat menanam kakao,” kata Oskar dalam acara Webinar Katadata “Sustainable Commodity Development in Papua”, Senin (25 Oktober 2021).

Pemerintah kampung lalu memasukkan program pengembangan coklat ke dalam program pemerintah lima tahun ke depan serta program kampung ekonomi hijau dalam RPJM Kampung dengan kakao sebagai produk unggulan.

The Asia Foundation (TAF) dan Perkumpulan Terbatas Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PT PPMA) berperan dalam melakukan pendampingan produksi, sementara Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) bekerja sama dengan petani dalam menyalurkan hasil panen.

Oskar memaparkan berkat revitalisasi tersebut, masyarakat dapat memanen 5-10 kg per hari sekaligus meningkatkan pendapatan para petani kakao. Tak hanya sebagai komoditas, kakao juga diolah menjadi produk olahan turunan kakao.

Dengan bantuan Perusahaan Inkubator Perkumpulan Usaha Kecil (PUPUK), kakao diolah menjadi coklat batangan yang bisa dikonsumsi langsung dengan merek Coklat Cendrawasih.

Meski kini kakao dapat berkontribusi besar dalam perekonomian kampung, Direktur Eksekutif PT PPMA, Naomi Marasian, menceritakan tantangan yang dihadapi dalam meyakinkan warga untuk menanam kakao Kembali setelah terbengkalai.

Menurutnya, masyarakat berpikir bahwa kakao tidak bisa terus diandalkan untuk menunjang perekonomian mereka. “Dinas Perkebunan, Balai Benih mengadakan berbagai kegiatan penanganan hama dan revitalisasi kakao bersama TAF mendampingi persoalan hama, beberapa tanaman pembibitan direvitalisasi dan di tahun 2019 kebun sudah dipulihkan sehingga masyarakat kembali ke kebun kakao mereka,” ujar Naomi dalam kesempatan yang sama.

Tak hanya PT PPMA, TAF juga banyak berkontribusi bagi revitalisasi kakao di kabupaten Jayapura. Menurut Deputy Director Environmental Government Unit TAF, Alam Surya Putra, pihaknya membantu memperkuat akses pasar kakao dan bekerja sama dengan berbagai lembaga dan offtaker, baik koperasi, produsen pengelola produk coklat sehingga menjadi komoditas yang bisa diandalkan oleh masyarakat.

“TAF ingin mendorong RPJM Kampung Ekonomi Hijau agar pemerintah desa memikirkan program di tingkat kampung untuk menjaga lingkungan dan meningkatkan perekonomian. Keberhasilan tata kelola kampung mengembangkan skema sendiri untuk memperkuat kompetisi antar kampung untuk memperkuat ekonomi sekaligus menjaga hutan,” kata Alam dalam acara yang sama.

Pengembangan kakao di kampung Imsar tersebut tak lepas dari kontribusi pemerintah Kabupaten Jayapura. Bupati Jayapura menjelaskan bahwa selama ini pihaknya berperan dalam mendampingi masyarakat secara partisipatif dan memberikan dana kampung yang dialokasikan untuk kebun kakao.

Ia juga menambahkan bahwa berbagai pihak turut andil dalam meningkatkan perekonomian berbasis coklat sekaligus menjaga kelestarian hutan.

“Ada gugus tugas masyarakat adat, terdiri dari CSO di dalam dan luar papua, pemerintah Kabupaten Jayapura, akademisi, Badan Pertahanan Nasional Kabupaten, dan masyarakat adat,” ujar Mathius dalam Webinar Katadata.

Melalui pengembangan kakao tersebut, pemerintah kabupaten memberikan hak sepenuhnya bagi masyarakat adat agar mengelola lahan mereka dan tidak dijual ke pihak lain selain untuk kepentingan umum seperti fasilitas kesehatan, rumah ibadah, maupun pembangunan jalan.

“Kita mendorong masyarakat agar bisa menjaga kelestarian lingkungan dan menguntungkan bagi masyarakat adat agar tidak dimonopoli dengan pihak luar.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: