Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Logo Halal, Komisi VIII Kembali Kritik Menag, Serahkan Saja ke MUI

Soal Logo Halal, Komisi VIII Kembali Kritik Menag, Serahkan Saja ke MUI Kredit Foto: FH
Warta Ekonomi, Jakarta -

Label Halal Indonesia yang baru ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) terus mendapat protes dari berbagai pihak. Label halal yang baru itu dianggap membingungkan masyarakat.

Kemenag sendiri menyebut label halal yang baru itu diklaim sebagai penegasan budaya dan kearifan lokal Bangsa Indonesia karena dari label tersebut berbentuk dan corak sangat kuat mencerminkan karakter Indonesia yang masyarakatnya religius.

Kemenag sendiri mengakui bahwa bentuk label Halal Indonesia memang menyerupai gunungan wayang dan terkesan Jawa sentris.

“Memang secara simbolik bentuknya seperti wayang dan terkesan kejawaan, namun corak dan motifnya serta warna ungu dan hijau toska sebagai warna utama dan sekunder mengandung nilai-nilai Nusantara dan Islam," kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Achmad menyebut tindakan dan langkah yang dilakukan oleh Kemenag sebagai lembaga negara merupakan tindakan tidak arif dan diskriminatif. Pasalnya, pemilihan label Halal Indonesia diidentikkan dengan suku Jawa.

"Ini terlalu dipaksakan dengan mengambil filosofi budaya Jawa. Indonesia itu terdiri dari berbagai suku dan budaya. Ada Melayu, Sunda, Bugis, Dayak dan lainnya. Jadi jangan mengkotak-kotakkan lagi. Katanya Bhineka Tunggal Ika," kata Achmad kepada wartawan, Rabu (16/3/2022).

Politisi Demokrat itu menegaskan, bahasa dan tulisan arab adalah pemersatu bagi umat umat muslim dan itu tidak bisa ditawar lagi. Menurut dia, sah-sah saja jika mau memasukkan unsur kearifan lokal tetapi tidak dalam hal seperti ini.

"Bahasa Arab dan tulisan arab itu adalah pemersatu umat muslim diseluruh penjuru dunia. Itu tidak bisa dibantah lagi. Karena kitab suci kita bertuliskan arab dan berbahasa arab. Jadi bagaimana bisa itu kita pisah,"

"Kemenag berhentilah membuat gaduh. Fokus saja kerja untuk ummat, jangan mengurus yang atau merubah yang sudah bagus dan selama ini tidak pernah dipermasalahkan," tegasnya.

Lebih lanjut, penggantian label lama  yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke label baru juga butuh disosialisasikan lagi kepada masyarakat dan memakan biaya lagi yang seharusnya anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk program yang lain.

"Label Halal yang dari MUI itu sudah sangat jelas, tidak ada perdebatan selama ini. Lagian apa sih urgensinya? Mengganti logo Halal itu butuh biaya besar termasuk untuk sosialisasinya. Harusnya menag cari kegiatan lain yang bermanfaat untuk pembangunan ummat. Itu yang harus dipikirkan," tegasnya.

Kata dia, kewenangan MUI menetapkan kehalalan produk diatur di Pasal 76 Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU Jaminan Produk Halal. Dalam pasal itu disebutkan bahwa penetapan kehalalan produk dilaksanakan oleh MUI melalui sidang fatwa halal.

"Saya minta Kemenag kembalikan fungsi MUI lagi sebagai lembaga yang berjalan di bawah Undang-Undang. Jangan sampai rakyat mikir karena MUI sering tidak sepemikiran dengan kebijakan Kemenag. Jadi perlahan dicabut kewenangannya," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: