Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ancaman Kenaikan Harga Pangan di Indonesia, Ini yang Perlu Pemerintah Lakukan

Ancaman Kenaikan Harga Pangan di Indonesia, Ini yang Perlu Pemerintah Lakukan Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tren peningkatan harga pangan dan komoditas di tingkatan global mulai terlihat sejak 2021. Fenomena ini didorong oleh kondisi pemulihan ekonomi global yang membuat permintaan agregat meningkat pesat, serta diikuti oleh kebijakan ekspansi fiskal di beberapa negara.

Siklus rebound ini sering kali terjadi setelah negara mengalami resesi sebelumnya. Namun, tekanan terhadap harga komoditas dan pangan makin besar setelah terjadinya konflik Rusia-Ukraina. Konflik ini berpotensi menghambat sisi produksi dan logistik untuk beberapa komoditas—seperti gandum, jagung, kedelai, dan lainnya—yang pada akhirnya, menimbulkan disrupsi pasokan dan kelangkaan di pasar global.

Baca Juga: Awas, Krisis Pangan Negara Produsen Makanan Terbesar Jadi Alarm buat Dunia, Kok Bisa?

Kondisi tersebut kembali diperburuk oleh kebijakan beberapa negara yang melakukan pelarangan ekspor—khususnya bahan pangan—demi menjaga pasokan domestiknya. Beberapa peristiwa tersebut memiliki dampak langsung terhadap kelangkaan bahan pangan di pasar global. Dari awal tahun 2022, tercatat harga gandum dan jagung dunia sudah meningkat masing-masing sebesar 52% dan 31,6%.

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menjelaskan, perkembangan naiknya harga pangan dan komoditas global, yang telah dikemukakan di atas, menambah tekanan inflasi di Indonesia saat ini. Hal ini sebagaimana tercermin pada kenaikan yang terjadi pada banyak bahan kebutuhan pokok, seperti minyak goreng, daging, gas, dan Pertamax.

Data BPS menunjukkan bahwa pada bulan April 2022, tingkat inflasi bulanan mencapai 0,95% (mom), naik dari bulan sebelumnya sebesar 0,66% (mom) atau inflasi bulanan tahun lalu (April 2021) sebesar 0,3% (mom). Kenaikan ini utamanya disebabkan oleh kenaikan yang terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang naik sebesar 1,76%, dan kelompok transportasi yang naik sebesar 2,42%.

Akibatnya, hingga triwulan pertama 2022, tingkat inflasi tahun kalender sudah mencapai 2,15% (ytd) dan inflasi dari tahun ke tahun mencapai 3,47% (yoy). "Tingkat inflasi ini tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan tingkat inflasi beberapa tahun terakhir. Tingkat inflasi diperkirakan akan makin tinggi pada bulan-bulan berikutnya, sejalan dengan perkembangan ekonomi global dan domestik," terang CSIS, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (30/5/2022).

Guna mengantisipasi hal ini, CSIS menyarankan Pemerintah Indonesia, bersama Bank Indonesia, untuk lebih mencermati perkembangan kenaikan tekanan inflasi tersebut dan mengambil langkah cepat dan terukur agar ekspektasi inflasi di masyarakat tidak menjadi liar dan tak terkendali.

"Beberapa kebijakan antisipasi inflasi dapat dilakukan oleh pemerintah bersama Bank Indonesia. Paling tidak, kebijakan tersebut perlu melihat dari dua sisi, yaitu sisi supply dan demand," tekan CSIS. Berikut beberapa poin yang perlu diperhatikan pemerintah:

  • Pertama, kesejahteraan masyarakat perlu terus dijaga dari ancaman kenaikan harga terutama harga bahan pokok. Subsidi secara langsung kepada masyarakat ekonomi kelas bawah perlu menjadi prioritas untuk mengurangi beban masyarakat. Kebijakan ini perlu juga diikuti dengan pemberian pajak ekspor pada komoditas yang sedang booming untuk mengurangi beban fiskal negara;
  • Kedua, menjaga kelancaran arus produksi dan distribusi barang dan jasa antardaerah di seluruh Indonesia, terutama bahan pangan—seperti beras dan sembako—yang memiliki bobot besar dalam perhitungan inflasi. Jika memang dibutuhkan, opsi impor pangan perlu tetap dibuka dan dipertimbangkan untuk menjaga stok pangan;
  • Ketiga, mendorong upaya untuk melakukan reformasi institusi. Setiap kebijakan pangan perlu diintegrasikan pada suatu sistem dalam institusi yang baik sehingga ketahanan pangan terus terjaga. Pembentukan dan penetapan early warning indicators dapat menjadi awal untuk mempercepat proses impor pangan demi pemenuhan kebutuhan domestik. Diharapkan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dapat mendorong transformasi tata kelola kebijakan pangan yang lebih baik;
  • Keempat, mempercepat adopsi teknologi di sektor pertanian dan perkebunan. Penambahan lahan bukanlah suatu opsi yang berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Penggunaan teknologi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas petani dan pekebun demi menjaga ketahanan pangan Indonesia;
  • Kelima, menjaga stabilitas makroekonomi, terutama yang terkait dengan stabilitas nilai tukar rupiah. Kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia harus mampu mengantisipasi kemungkinan terjadinya kembali taper tantrum akibat kebijakan pemberhentian quantitative easing dan peningkatan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The FED). Belajar dari kesalahan The FED yang terlambat menaikkan suku bunga, Bank Indonesia sebaiknya mulai segera menaikkan suku bunga acuannya guna menghindari terjadinya perlarian modal ke luar negeri (capital flight) dan depresiasi nilai tukar rupiah yang dapat meningkatkan tekanan inflasi yang berasal dari barang-barang impor (imported inflation). Kenaikan suku bunga ini juga diperlukan sebagai upaya bertahap untuk menarik kembali besarnya peningkatan jumlah uang beredar yang diakibatkan oleh masifnya stimulus moneter yang dilakukan selama masa pandemi Covid-19;
  • Terakhir, pemerintah perlu secara bertahap menekan defisit APBN melalui perbaikan alokasi anggaran dan meningkatkan efisiensi pengunaannya dengan memotong pos-pos anggaran yang kurang perlu. Di sini, pengendalian besaran realisasi alokasi subsidi BBM dan energi dan kompensasi merupakan salah satu komponen anggaran yang penting untuk diperhatikan guna menjaga kredibiltas kebijakan macro-prudential pemerintah dalam menjamin stabilitas harga.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: